Pekan Menulis Membukakan Pikiran dan Mata Hatiku

Oleh: Luluk Syafitri

Pekan terakhir di bulan Oktober, kuhabiskan dengan mengikuti kegiatan Rekreasi Menulis yang diadakan oleh FLP Surabaya. Berbekal secukupnya, satu tas ransel dan tak lupa bantal leher donatku. Persiapan yang terlalu mepet, membuatku berangkat melebihi waktu seharusnya untuk berkumpul. Tapi, melihat notifikasi grup di ponselku sedikit melegahkan hati, karena ternyata aku tidak sendiri, hehe. Tidak, tidak ini tidak benar ... Tapi ya bagaimana lagi, aku cukup bersyukur bahwa ternyata Elf yang akan menjadi kendaraan kami belum sampai di meeting point, membuat aku “tidak jadi telat”. Ya meskipun akhirnya keterlambatan Elf juga membuatku sedikit sebal, karena memakan waktu terlalu lama, bahkan setelah aku sampai di meeting point. Dasar manusia!

Setelah mengisi waktu menunggu dengan bertukar cerita bersama teman-teman, dan tidak lupa juga memakan camilan, hehe. Elf akhirnya datang, kami pun bergegas masuk dan segera duduk di bangku masing-masing. Perjalanan yang cukup singkat karena hanya memakan waktu sekitar 2 jam, namun cukup terasa lama ketika goncangan Elf terasa begitu kuat. Karena hal itu membuat tidak nyaman, pusing yang kemudian akan timbul rasa mual. Untung saja rasa ketidaknyamanan itu bisa sedikit tertutup dengan keseruan saling tukar cerita dan guyonan bersama teman-teman. Sambil terus diingat pesan Mbah “Jangan terlalu banyak bercanda, banyak-banyak salawat dan zikir. Dan ucapkan salam kalau-kalau menemui atau melewati tempat yang asing dan terasa angker”.

Hawa dingin sudah mulai terasa, langit pun sudah mulai menggelap. Terlihat pohon-pohon pinus berjajar, sampailah kami di tempat tujuan yaitu bumi perkemahan Puthuk Punggung Welut, Mojokerto. Kemudian kami semua turun dan bergegas menuju rombongan kloter pertama yang sudah sampai sebelumnnya, mereka semua sudah membantu untuk mendirikan tenda dan bersiap untuk masak-masak. Singkatnya, kami semua berkumpul dengan hangat. Bukan hanya karena api unggun dan beberapa lampu penerangan, tapi juga suasana kekeluargaan.

Hari pertama dimana kita akan bermalam, selain tentunya kami makan bersama, bahasa gaulnya “barberque-an”, terdapat juga acara yang sudah disiapkan panitia, yaitu permainan “truth or dare” yang kemudian dilanjut dengan penampilan secara acak, lalu ditutup dengan perkenalan semua peserta termasuk panitia yang ikut. Di sini aku sangat menikmati karena bisa dibilang hampir selama acara aku makan, makan, dan makan. Eh ...

Suasana hangat malam itu berhasil membuka pikiranku, meskipun canda tawa kita tertutup oleh padamnya lampu. Melihat peserta dan panitia yang ikut tidak semua sendiri, ada yang mengajak teman kerjanya, keponakan, anak, bahkan ada yang mengajak lengkap sekeluarga kecilnya. Dari situ membukakan pikiranku. Aku melihat (khususnya untuk yang telah berkeluarga dan mempunyai anak), ternyata menikah itu tidak menghentikan langkah kita dari mengembangkan diri, bahkan dari hal atau kegiatan yang bersifat sosial. Meskipun di luar sana banyak sekali yang mengeluhkan, bahwa mereka tidak bisa lagi bebas berkegiatan karena alasan pernikahan. Nyatanya ada yang tetap bisa, bahkan mengajak semua anggota keluarganya. Ya, meskipun tentunya sedikit perlu kerja ekstra dan lebih perhatian pada anggota keluarga yang diajaknya, namun tetap bisa mengikuti setiap acara.

Namun, di sisi lain aku sempat berbincang sedikit dengan salah satu teman yang diajak oleh temanku. Sedikit kontradiktif dengan hal yang kulihat sebelumnya, di sini ia bercertia bahwa ternyata sudah memiliki anak dan lebih memilih menitipkan anaknya kepada Ibunya, daripada harus membawanya karena akan membuat ribet. Ya, itu pilihan.

Dari kedua hal tersebut, aku mendapatkan dua pelajaran, yaitu tentang prioritas dan juga komunikasi (terutama setelah kita memutuskan menikah dan memiliki anak). Kita sendiri yang mengetahui apa prioritas kita, asal kita tidak merasa terpaksa melakukannya dan tidak mengeluh karena memilih melakukan hal itu. Dan juga tentang komunikasi, bagaimana kita bisa menyampaikan hal apa yang kita inginkan, tanpa merugikan pihak lain. Jika prioritas yang kita pilih kemudian bisa bertabrakan dengan pihak lain, atau bahkan bisa merugikan pihak lain, maka tinggal bagaimana kita mengomunikasikannya, lalu mencari solusi tepat yang bisa tetap terpenuhinya hak masing-masing.

Suhu merendah, hawa terasa semakin dingin ketika aku tidur berempat di dalam tenda Dora the Explorer dan Spongebob. Hal itu membuatku bolak-balik bangun untuk ke kamar mandi. Sampai akhirnya pagi, kami semua bersantai dan dilanjutkan dengan acara selanjutnya yang sudah disiapkan oleh panitia, yaitu senam dan beberapa permainan. Setelah semalam aku terkena giliran penampilan acak, dimana sudah dari awal pula aku dijadikan sasaran karena aku cerita kalau sudah menyiapkan untuk penampilan. Paginya pun aku kena sasaran lagi untuk memimpin senam, karena aku memakai sweater dan training. Fiuhh ... Terima kasih loh untuk kesempatan bertumbuhnya (senyum sambil hidung terbuka lebar dengan hembusan napas yang besar hahaha).

Dan sampailah pada acara puncak, yaitu menulis! Dikarenakan nama dari kegiatan yang kami ikuti adalah Rekreasi Menulis, maka tentu saja tidak akan terlewat kegiatan menulis. Di sini panitia meminta kami untuk membuat jurnal tentang dua hari semalam kami berasa di sana. Kami diberi selembar kertas, lalu semua berpencar mencari tempat ternyaman masing-masing.

Diberikan batas waktu menulis yang tidak terlalu panjang, membuatku bingung akan menulis apa. Sampai kemudian aku teringat kejadian semalam yang membukakan mata hatiku, tentang seberapa dunia ini menipu daya.

Jadi, dari beberapa kali aku bangun untuk pergi ke kamar mandi. Ada satu waktu, dimana aku bangun sekitar pukul tiga dini hari. Dan saat aku keluar tenda, cukup kaget rasanya ternyata masih cukup banyak orang-orang yang belum tidur, termasuk pula di beberapa tenda tetangga kami. Ada  yang bercengkrama bersama, lebih-lebih ada yang berkumpul dan menyanyi bersama-sama. Di dini hari, dimana kita tahu bahwa itu adalah salah satu waktu istimewa yang kita miliki sebagai manusia untuk menengadah.

Hal ini juga termasuk sentilan untuk diriku sendiri pula, dimana seringkali aku dimampukan untuk bangun pada waktu sepertiga malam dengan perantara buang air kecil, namun memilih lanjut tidur setelahnya. Astaghfirullah ...

Dari situ aku mendapatkan pelajaran bahwa kita seringkali lupa, kita adalah manusia yang diciptakan bukan tanpa tujuan. Tidak jarang kita diberikan kesempatan-kesempatan untuk mempersiapkan bekal dalam mencapai tujuan kita sebagai manusia di dunia, tapi kita masih belum bisa bijak dalam menggunakannya. Mau seberapa lama lagi untuk belajar bijak? Sedang waktu kita di dunia belum tentu panjang.

Waktu yang disediakan panitia pun habis, aku dibangunkan dari pemikiran dalamku. Setelah kami mengumpulkan tulisan. Kami menuju ke air terjun, yang ternyata kering dan hanya terdapat air terjun buatan, yang lebih tepat untuk disebut keran dari pada air terjun, hehe. Tidak berlama-lama di air terjun kami pun kembali menuju bumi perkemahan, yang tentu saja di setiap perjalanan menuju ke sana kami sempatkan untuk berfoto-foto. Berlanjut dengan sarapan yang super lezat, kami akhirnya bersiap-siap untuk membereskan semua barang kami lalu menunggu waktu kepulangan.


Pekan Karya: Edisi 13

Tema: Makna Perjalanan 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama