BerSumenep





















Judul BukuSumenep Menyimpan Segudang Cerita
PenulisNoevil Delta
PenerbitNulis Buku
Tebal Halaman114 Halaman

Telah pisah dari kenyataan, serpihan-serpihannya menjadi imajinasi, kadang pula sebagai pelengkap tidur bersebut dongeng. Kisah terdahulu suatu negeri yang yang kini makin kabur saja kejelasannya eloklah jika diabadikan, lewat beragam cara. Bisalah tentunya menceritakan yang bukan hanya sekedar lewat lisan, karena dengan menuliskannya tentu bisalah jua. Dengan menuliskan sejarah, si penulis tidak hanya menulis tentang sejarah, tapi juga menulis dan membuat sejarah dirinya. Dengan menulis sejarah, penulis bukan hanya sedang mengabadikan obyek sejarah, tapi juga mengabadikan dirinya dalam sejarah.



Kalimat di atas, patutlah berhaturkan pada penulis buku di atas sebagaimana telah nampak. Seorang penulis yang ketika menyelesaiakan bukunya itu bahkan belum genap berumur 21 tahun. Maka sudah barang musti akan kelirulah orang-orang yang beranggapan bahwa sejarah harus dan hanya boleh ditulis oleh para generasi yang telah uzur usianya.

Menilik pula dalam isi cara bertutur lewat tulisanya, pembaca akan mendapati bahwa buku sejarah tidak harus pula identik dengan kekakuan cara penyampaiannya. Gaya penyampaian yang khas anak muda, memberi kesempatan bagi generasi tua untuk mengingat sejarah dengan cara muda. Sebaliknya pula, gaya muda dalam menuturkan sejarah, akan membuat para anak muda berkenan hati untuk mudah menerimanya.

Seperti dalam judulnya,buku yang telah bersebut di atas tentunya menjadikan kota Sumenep pokok utama dari sebuah pembahasan. Asal muasal nama Sumenep, para tokoh Sumenep, dongeng-dongeng Sumenep, adat budaya Sumenep dll.

Ada yang unik dalam buku setebal 114 halaman itu, tiada lain dan tiada bukan adalah tentang keberadaan “Laskar Es Batu”. Pasukan pemburu es batu yang akan rajin melakukan pergerakan dari rumah ke rumah, menjaga solidaritas dan semangat perjuanga tanpa batas. Namun ada juga isi dari salah satu bab dalam buku yang memberi kesan horor, berjudul “Pegalan, Mitos sang Pemenggal Kepala,” dengan karakteristiknya yang identik dengan karung berisi kepala manusia.

Namun, tentu saja buku ini bukan tanpa cela. Beberapa penulisan yang tidak sesuai EYD juga masih kerap terjumpai. Seperti pada halaman 19 di paragraf pertama, yang mana seharusnya penulisan “sistem” salah tulis menjadi “sistim”. Juga penulisan yang seharusnya ditulis “di saat” salah tulis menjadi “disaat”. Ya, bisa jadi si penulis sedang mengantuk ketika menulisnya.

Beberapa hal yang perlu dikritisi ialah kurang detailnya pembahasan pada beberapa bab buku ini. Juga, alasan kuat yang bisa menguatkan data penulis pada suatu penyajian sebuah sejarah rasanya masih ada yang perlu dilengkapi lagi.

Namun yang jelas, penulis yang asli kota Sumenep kepulauan Madura itu tentu layaklah diapresiasi perjuangan dan kegigihannya dalam mengenalkan kota kelahirannya. Nampak jelas pula sejatinya ia sedang berusaha merangkul para pemuda-pemudi generasi sekarang, khususnya pemuda-pemudi kotanya untuk tidak melupakan sejarah cikal bakal, serta kerafian budaya lokal Indonesia. Lewat buku ini, secara tersirat Noevil Delta, si penulis buku mengajak pembaca untuk belajar ber-Sumenep barang sejenak.(*)

*Ibra Maulan Tigotsulatsi

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama