Surga Yang Tak Dirindukan, sebuah Anomali

surgaSebuah karya seni, adalah replika dari kehidupan nyata. Sebagaimana Plato mengemukakan, bahwa manusia belajar pada kondisi alam yang nyata. Realitas menjadi sumber pengetahuan tentang sesuatu atau benda. Hal tersebut sejalan dengan prinsip yang mengatakan bahwa sebuah ide, tidak semata-mata baru. Ide baru muncul tidak dari kekosongan ide, melainkan dari pengalaman yang telah dilaluinya. Film, sebagai bagian dari seni pertunjukan, memiliki kesempatan yang sama untuk menampilkan realita yang telah dialaminya. Sebuah pertunjukan perpaduan antara musik, olah peran dan (mungkin) industri mengajak kita menikmati sisi lain dari sebuah realita. Baru-baru ini, MD pictures, memproduksi sebuah film yang diangkat dri novel Asma Nadia, Surga Yang Tak Dirindukan (SYTD). Catatan saya berikut tidak untuk membahas novelnya. Karna buat saya, seni tulis dan film memiliki tempat berbeda sehingga kurang singkron jika mencampur pembahasan diantara keduanya. STYD bercerita ttg poligami, atau bahasa lain, taadud. Dimana topik ini begitu "wow" ditengah masyarakat kita. "Wow" karena topik ini dipandang tdk adil terhadap wanita. "Wow" karena menjadi celah bagi lelaki yang ingin kepuasan "lebih", dan berbagai isu lainnya. Walaupun ada juga yang mendukung konsep pernikahan semacam ini. STYD bermua dari cerita keluarga bahagian Arini dan Pras. Hingga sebuah peristiwa beruntun yang dialami keluarga ini. Kematian ayah Arini, dan kemudian berlanjut terkuaknya rahasia ayahnya yang melakukan taadud. Yang kedua, Pras, "terpaksa" untuk melakukan taadud. Dalam film ini, sependek saya menonton, cukup berhasil menggambarkan realita yang ada. Bagaimana para wanita begitu memunculkan sikap "alami"nya terhadap taadud, seolah begitu nyata. Namun, yang menarik bagi saya, adalah sikap film ini menawarkan sebuah tafsir "jalan lain" terhadap kondisi keluarga ber-taadud, yang diperankan oleh ketiga tokoh utama. Arini, Prasetyo dan Meirose. 1. Arini, sosok wanita cantik, cerdas dengan kehidupan yang mapan dan sangat peduli pada keluarga. Pandangannya terhadap poligami, setelah mengetahui ayah dan suaminya melakukannya, begitu shock. Kaget. Perasaan umum yang terjadi pada setiap wanita yang cintanya terkhianati. Namun, ketegaran hati Arini, seperjalanan waktu, mengubah pandangan prasetyo dan juga saya. Menerima keadaan dengan lapang dada. Bahkan mendahului persangkaan prasetyo, walaupun masih terlihat keengganannya. Namun, Arini berani memulai untuk memperbaiki keadaan yangbterlanjur berjalan. Sikap tersebut rasa-rasanya kurang dapat diterima oleh masyarakat kita. Saya membayangkan, "isteri tua" yang begitu benci kepada isteri muda. Atau bahkan memutuskan untuk kmbali pada orang tuanya. Tidak sudi jika harus dimadu. 2. Prasetyo, suami dan ayah yang tanggung jawab. Keinginannya untuk membantu orang lain, didorong karena masa kecilnya yang suram. Dia tdk ingin melihat orang lain mengalami apa yang telah terjadi pada dirinya dahulu. Karena keinginan membantu itulah, Prasetyo tdk panjang waktu untuk menerima Meirose sebagai isteri keduanya. Bukan karena Meirose cantik atau muda, tetapi karena tdk ingin Akbar, anak hasil perbuatan Meirose sebelumnya, terlahir tanpa bapak dan kondisi keluarga yang berantakan. Masyarakat kita, umumnya, menganggap taadud hanya didasarkan pada nafsu belaka. Apalagi jika sang isteri kedua berparas cantik dan lebih muda. Para lelaki yang melakukan poligami dianggap sebagai suami yang tdk setia. Tidak bertanggungjawab. Lelaki yang hanya mementingkan memuaskan nafsunya saja. Prasetyo, lagaknya mengambil jalur berlawanan dengan pandangan masyarakat. Ketidakterusterangan prasetyo, didasari karena khawatir Arini akan kaget dan marah. Bukan pada ingin menyembunyikan pernikahannya yang kedua. Pras lebih mengarah agar Arini tidak tersakiti ketimbang memuaskan keinginannya semata. Lain pihak, keinginan pras menikahi meirose krn dorongan lemanusiaan bukan krn nafsu. Pras jugalah yang memilih untk pergi dari rumah mereka, ktimbang Arini. Hanya agar Arini memiliki tempat yang aman. Sikap tdk bertanggungjawab, tidak setia dan lainnya, yang melekat pada lelaki pelaku ta'adud, nyaris tak ada pada profil sosok prasetyo. Pras bukan sosok lelaki kebanyakan dalam persepsi masyarakat kita. 3. Meirose, wanita cantik yang hidup dalam keluarga broken. Ditinggal ibu dan ayahnya, mengalami pergaulan bebas, hingga dipaksa menikah dg orang yg tdk dicintainya. Bahkan mengandung sebelum pernikahannya berjalan. Meirose bertemu pras, saat dirinya dalam kondisi putus asa. Nyaris mati karenabunuh diri, jika tdk ditolong pras. Meirose menerima pinangan pras, krn Pras berjanji utk melindungi dan berhasil meyakinkan meirose untuk menjaga Akbar, anaknya hasil hubungan pra-nikah. Meirose tahu, pras sudah berkeluarga, dan dia merasa kan menjadi duri dalam daging berkeluarga mereka. Meirose sudah siap utk menerima anggapan tersebut. Bahkan dia terima jika pras menceraikannya. Hingga meirose memutuskan sendiri untuk pergi dari lingkup keluarga pras, disaat Arini dan keluarga besarnya sdh bisa menerima keberadaannya. Menjadi orang ketiga dalam sebuah hubungan kluarga, adalah kejam. Dia akan dianggap sebagai perusak. Setidaknya demikian, anggapan mayoritas masyrakt kita. Dia dianggap tidak memiliki kepedulian terhadap keluarga yg dimasukinya. Bahkan ada yg beranggapan, isteri kedua hanya ingin mengambil harga suaminya saja. Meirose, sungguh diluar dugaan. Meski dia cantik, tdk semata merongrong harta pras. Meirose bahkan sadar, bahwa hubungannya dg pras akan menimbukan kerenggangan antara pras dan arini. Meirose jugalah yang menganjurkan pras utk berterusterang terhadap arini. Mereposisi Persepsi Hubungan yang terjadi pada keluarga ber-taadud memang akan bertambah rumit. Berkeluarga normal, dg satu isteri saja akan mengalami kerumitan, tentunya jika ditambah satu anggota lagi, akan bertambah. Namun, kerumitan tersebut, bukahkan sangan relatif dan perseptif? SYTD mencoba menawarkan persepsi lain dalam memandang taadud. Bahwa setiap personal akan memiliki keingjnan dan kebutuhan, itu dimaklumi. Tetapi menjadi pribadi yang solutif dalam setiap peristiwa, adalah pilihan yang terbaik. Happy ending film ini mungkin juga dimaksudkan sebagai akibat dari tokoh-tokoh yang memilih langkah-langkah positif dan solutif. Ada yg tersakiti dg keputusan masing-masing, sangat mungkin terjadi. Namun persepsi terhadap sesuatu, akan menentukan langkah berikutnya dalam mengambil keputusan.

*Aferu Fajar




Post a Comment

Lebih baru Lebih lama