Membangun Pondasi Bangsa Melalui Kekayaan Psikis
























Judul Buku: Pribadi Hebat
Penulis: Prof. Dr. Hamka
Penerbit: Gema Insani
Tahun Terbit: 2014
Jumlah Halaman: 177 Halaman

pribadihebatbuyahamkaDari Abdullah bin Umar ra. Bahwasanya Rasulullah bersabda “Setiap kamu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”. Hadits tersebut menurut banyak ulama ditafsirkan sebagai pertanda bahwa setiap individu dilahirkan menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri- dalam skala sempit dan bagi orang lain- dalam skala lebih luas.
Individu-individu tersebut apabila berkelompok dalam suatu tempat yang memiliki keturunan, adat, bahasa, sejarah dan cita-cita yang sama serta berpemerintahan sendiri disebut dengan bangsa. Bangsa yang besar tidak dapat dilihat hanya dari kekayaan sumber daya alam maupun kekayaan fisik lainnya, namun bangsa yang besar harus tersusun dan terisi pula oleh kekayaan psikis atau kekayaan jiwa yang dimiliki oleh masing-masing individu dalam negara sehingga mampu melahirkan inovasi-inovasi yang mendukung kemajuan bangsanya.
Seperti yang ditulis oleh Prof.Dr. Hamka dalam bukunya Pribadi Hebat. Individu-individu yang diharapkan mampu membawa dan mengisi bangsanya agar bangkit dari keterpurukan setelah perang merebut kemerdekaan dibahasakan dengan menyebutnya pribadi. Sebuah kesantunan yang dilogikanya sebagai bentuk penghormatan kepada tiap individu tanpa meninggikan maupun merendahkan. Pribadi dalam kesimpulan definisi Hamka adalah kumpulan sifat yang mencerminkan akal-budi, kemauan, cita-cita, dan sebagaianya yang nilainya dapat digunakan untuk membedakan kelebihan manusia yang satu dengan yang lain.
Pribadi yang diharapkan Hamka bukanlah sosok yang selalu memikirkan bagaimana cara memperbaiki dirinya tanpa memperhatikan pribadi lain. Dalam ulasan-ulasannya, Hamka menuturkan bahwa pribadi hebat adalah pribadi yang kuat, berani, dan memiliki prinsip serta keinginan kuat untuk bergerak mewujudkan apa yang dicita-citakannya. Cita-citanya pun bukan sembarang cita-cita, melainkan cita-cita yang mampu menimbulkan pengharapan baru bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Salah satu pokok bahasan dalam buku ini adalah cara memunculkan pribadi, satu contoh seperti yang tertulis dalam sub-bab daya tarik. Hamka menuturkan bahwa daya tarik “Dapat dipelajari dari pergaulan yang luas dan ada juga karena diwarisi. Pendidikan ibu, bapak, sekolah, teman sejawat, dan lingkungan masyarakat, semuanya itu adalah guru yang membentuk daya penarik. Kuat atau lemahnya”.
Ya, karena banyak pribadi zaman sekarang yang diistilahkan Hamka sebagai “Pak Turut”, tidak memiliki daya tarik sendiri tetapi berusaha menempel pada pribadi berdaya tarik. Senang mengikuti apa yang orang lain lakukan dengan harapan pribadinya dapat semenarik pribadi yang ditiru. Hal ini adalah penyakit bagi pribadi karena hanya akan melumpuhkan kemampuannya menjadi pribadi yang mampu memunculkan potensi khas diri.
Dalam buku ini Hamka seolah membawa kita melintasi zaman untuk meneladani para tokoh hebat dengan pribadi yang kuat seperti Rasulullah dan para sahabat, Ir. Soekarno, H.A. Salim, Mr. Lioyd George, Emile Zola, dan masih banyak lagi. Cerita-cerita yang dinukilnya memang hanya berupa rangkuman bahkan hanya sepenggal, namun penuturannya yang lugas, jelas, dan mudah dicerna meskipun menggunakan bahasa baku khas 1950-an membuat cerita keteladanan tersebut bak quotes berharga bagi para pembaca.
Bahasa baku yang digunakan tidak menjadi masalah berarti bagi pembaca dari kalangan muda yang ingin menelisik lebih dalam pada buku ini sebab penuturan Hamka memasukkan seni jiwa muda di dalamnya. Terbukti dari tulisan-tulisannya yang menyisipkan semangat khas Hamka. Hamka sendiri masih pantas disebut pemuda jika disesuaikan dengan definisinya mengenai pemuda yang kurang lebih sebagai berikut “Pemuda, tidak disematkan berdasar usia melainkan pada yang memiliki semangat membara dan memiliki keteguhan menjadi pribadi hebat nan kuat”.
Buku yang mencapai cetakan kesembilan pada tahun 1974 ini rasanya tidak lekang oleh waktu. Pembahasan masalah kepribadian yang menuntut banyak perubahan sesuai apa yang dihadapi masyarakat mampu dijawab oleh penulis, seakan penulis sudah memahami masalah-masalah yang akan muncul di era kekinian.
Pada akhirnya tulisan Hamka mencoba menggugah kembali khazanah pemikiran kita “Sudahkan kita memenuhi syarat-syarat menjadi pribadi hebat? Benarkah langkah yang telah kita ambil dalam menjalani hidup untuk mencapai tujuan? Layakkah kita menjadi suri teladan bagi anak-cucu sehingga bangsa ini mampu tetap berkembang dan maju?”. Dengan semangat khas Hamka saya sarankan silakan menjawab lima tahun dari sekarang! Lebih cepat lebih baik.

*Dyah Ayu Pitaloka

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama