Oleh: Hamimeha
Sepulang sekolah cuaca sangat panas, Andin mengambil sebotol
minuman kemasan di
kantin sekolah. Setelah membayar, Andin mencari tempat duduk dan
meminum segera botol
di tangannya.
"Ah, segaaaarnya," seru Andin. Sekali teguk minuman rasa
jeruk itu habis. Sayangnya, tak ada tempat sampah di area tempat Andin duduk.
Andin malas mencari tempat sampah. Akhirnya, ia meninggalkan bekas botol
minuman itu di kurai yang ia duduki.
Hari berganti, botol minum yang ditinggal Andin masih ada di kursi
itu. Hari itu cuaca cukup cerah namun karena musim kemarau jadi angin bertiup
agak kencang. Hal ini membuat botol plastik kosong juga terbawa angin.
"Aarrgggggghhh," teriak botol plastik diputar oleh angin.
"Aduh badanku sakit semua,"
"Aduh tutupku lepas, hwaaaa," teriakan botol plastik
makin keras.
Dan kemudian,
Prak!
"Aduh, aku pusing," keluh botol plastik. Dia melihat
sekitarnya, ada ban mobil, ban motor, terdengar langkah kaki orang yang sedang
berjalan.
Oh, rupanya botol plastik terbang terbawa angin hingga jalan raya.
Karena sibuk mengamati sekitarnya. Tiba-tiba, buk, cemplung, glundung glundung!
Botol plastik menggelinding tertendang langkah kaki anak kecil yang
sedang digandeng ibunya. "Horeee, aku bisa!" Teriak anak kecil itu
kegirangan bisa menendang.
Ops!
Kemanakah botol plastik?
"Hwaaaaaa toloongggggggg," suara botol plastik memantul.
"Toloooonggggg!" Suaranya makin kencang. Ruangan itu
sempit. Baunya tidak sedap dan teryata ada genangan air yang kotor.
Terdengar suara cit, cit, cit.
Seekor tikus menghampir si botol plastik. "Tidaaak, jangan
mendekat padaku. Kamu
bauuu,"
Cit cit cit, tapi si tikus terus mendekati si botol plastik.
Kemudian menjadikan botol plastik mainan. Awalnya si tikus membau kemudian
mulai menggigit bagian botol plastik sedikit demi sedikit.
"Aduuuh, sakiiit aduh sakiiit," teriak botol plastik oleh
gigitan tikus. Byuuur, terdengar suara aliran air menuju ke arah tikus dan si
botol plastik. Si botol plastik terbawa aliran air dan akhirnya bisa kluar dari
lubang sempit itu.
"Yeeaaay, aku bebas!" Teriak botol plastik saat melihat
air sungai yang jernih. Namun sayang, air sungai yang tenang kini mulai semakin
deras arusnya.
"Wo wo wooow, wooo, aaaarrgh," botol plastik terombang-ambing
oleh arus air sungai dan menghantam bebatuan. Kini si botol plastik semakin
penyok. Bentuknya tak beraturan. Ada bagian plastik yang mulai lepas.
Kemudian datang seekor ikan yang hidup di sungai. Ikan yang melihat
potongan botol plastik kemudian memakannya.
"Aaaaeeem," masuklah si potongan botol plastik ke perut
ikan. Lalu si ikan pun berenang mengikuti arus sungai yang menuju ke arah laut.
Sesampai di laut ikan kecil bermain ke sana kemari. La la la la la.
Ternyata ada ikan paus besar yang kelaparan memakan ikan kecil.
Set set set! Lep! Sekali membuka mulut ikan paus memakan ikan kecil
dengan jumlah ribuan. Dan rupanya ikan kecil-kecil yang lain juga memakan
potongan plastik dari sampah plastik yang lainnya.
Karena banyaknya plastik yang dimakan oleh paus dari ikan kecil
yang dimakannya. Paus pun jatuh sakit. Saat berenang paus mulai tidak seimbang.
"Aduuuh kenapa aku tidak bisa berenang dengan cepat,"
Paus pun mengeluh kesakitan. Karena rasa sakit yang dirasakannya membuat paus
pingsan. Karena pingsan paus terdampar di tepi pantai. Saat terbuka mata paus
melihat manusia tapi dia sudah lemah.
"Aku di mana?" Lirih paus. Tapi para manusia terus
berkumpul melihat Paus besar yang tak berdaya. Di antara sekumpulan orang itu
ada Andin yang juga ikut menonton. Andin juga sempat menyaksikan saat seorang
bapak-bapak petugas membedah perut paus. Banyak sekali plastik.
Andin heran, kenapa ada plastik di perut paus. Saat pulang ke rumah
Andin bertanya
kepada ibunya.
"Bunda, tadi aku melihat paus yang ditemukan di pantai." Kelakar
Andin.
"Lalu?" Bunda menyimak dengan antusias.
"Saat perut paus di bedah ternyata banyak plastik di perut
paus," Andin cerita dengan
bersemangat.
"Oh ya? Kok bisa ya?" Bunda tak kalah kaget. Di tengah
obrolan Andin dan Bunda. Televisi yang menyala di ruang tengah menyiarkan ditemukannya
paus yang terdampar di daratan karena sakit akibat banyak ditemukan plastic di
dalam perutnya.
Mendadak wajah Andin mulai gelisah. Tiba-tiba Andin terisak. Dia
menangis, "Aku merasa bersalah, Bunda!"
"Kenapa?" Tanya Bunda pada Andin yang masih menangis.
"Aku suka buang sampah plastik sembarangan. Apakah bisa jadi
itu sampah ku yang
dimakan oleh paus? Aku kasihan Bunda," Andin masih terus
menangis.
"Oh begitu, ehm … bisa jadi. Karena plastik kan ringan jadi
mudah terbawa angin. Lalu dimakan ikan kecil yang menjadi makanan ikan paus.
Dan ...," Andin menangis semakin keras. Bunda memeluk Andin.
"Jadi bagaimana perasaan Andin sekarang?" tanya Bunda
kepada Andin sambil mengusap kepala Andin.
"Andin akan membuang sampah
pada tempatnya."
"Apakah sampah plastik tidak
bisa dihancurkan Bunda?" tanya Andin saat tangisnya
mereda.
"Ehmm, bisa tapi butuh waktu ribuan tahun. Sebaiknya sampah
plastik tidak dibuang
sembarangan." Jelas Bunda selanjutnya.
"Lalu kita harus apa dengan sampah plastik?" Tanya Andin
penasaran. "Coba lihat vas bunga Bunda?" Bunda menunjuk vas yang
terletak di ujung dinding.
"Oh ya, itukan plastik ya Bunda." Seru Andin semakin
heran.
"Ahaa, berarti sampah plastik itu bisa kita gunakan kembali
untuk menjadi hal lain yang lebih bermanfaat ya Bunda."
"Nah betul! Selain dengan membuang sampah pada tempatnya itu
salah satu cara menjaga lingkungan. Kita juga bisa menciptakan hal lain dari
sampah-sampah itu." Jelas Bunda disambut senyum oleh Andin.
"Kalau begitu, Andin berjanji untuk tidak membuang sampah
plastik sembarangan lagi Bunda." Kata Andin bersemangat.
"Nah, sip kalau begitu, itu baru anak Bunda!" Bunda dan Andin saling tos.
Diambil dari PK-10
Posting Komentar