Berkemah Awalnya Ragu, Faktanya Seru!


Oleh: Hamimeha

Sejujurnya sejak diumumkan akan diadakan rekreasi menulis  di area Surabaya Barat membuatku patah hati. Alasannya, area itu tidak terjangkau olehku yang harus membawa dua balita. Namun kemudian panitia mengabarkan jika RM singkatan dari rekreasi menulis dibatalkan.

Perasaanku saat itu  antara sedih dan senang. Sedih karena satu program tidak terlaksana namun dilain sisi senang aku tak ketinggalan momen RM. Nah, kabar lain menyusuk yang bikin hati lebih "potek". Pasalnya, dibatalkannya RM ke area Surabaya Barat akan digantikan dengan RM keluar kota. Acaranya akan ada kemah bersama.

Sempurna! Aku kecewa, sedih, sekaligus marah. Bagaimana mungkin dengan kondisi pandemi sekarang aku bisa ikut. Semua perasaan itu sebenarnya diarahkan kepada diriku sendiri. Ah, aku memang kadang agak aneh.

Alhasil, sepanjang pemberitaan tentang RM aku berusaha menutup telinga. Daripada aku pasang wajah mupeng (muka pengen) ikutan juga.  Aku ragu jika bisa ikut sebab beberapa alasan yaitu:

1. Ada kegiatan di tanggal yang sama dengan rekreasi menulis yang mana aku juga sebagai panitia. 2. Kesulitan jika harus membawa dua balita sendirian keluar kota. 3. Belum mengantongi izin dari suami. 4. Perasaan khawatir untuk keluar rumah sebab pandemi belum usai. 5. Belum pernah punya pengalaman berkemah sejak puluhan tahun lamanya apalagi membawa balita.

Baiklah, akhirnya aku merelakan untuk tak bisa ikut. Namun semua berubah saat pertemuan bersama rekan di markas Bonek Hijrah. Panitia terus memastikan bahwa areanya aman, lingkungannya kondusif buat anak-anak, dan berbagai hal mereka ceritakan membuat benteng pertahananku roboh juga.

Sepulang dari acara, semua hal yang aku dengar tentang RM kuceritakan kepada suami. Bagaimana reaksi di doi? Boleh, itulah jawabannya. Ah, kadang aku butuh penguat untuk mengambil keputusan. Alhamdulillah, akhirnya kususun rencana dengan baik khususnya berkaitan dengan duo balitaku dan beberapa agenda yang harus aku tinggal.

Sayangnya, drama menjelang hari H ada saja. Mulai dari kondisi badan yang tiba-tiba drop, dateline job yang mendekati masa keberangkatan, pekerjaan rumah yang semakin

menumpuk, dan lain sebagainya. Bahkan agenda packing baru bisa dilakukan H-3 jam acara.

Meski berbagai drama seakan mengendorkan semangat untuk berangkat. Akhirnya sampai juga kami di hutan tempat  berkemah selama 24 jam, Puthuk Panggang Welut, Pacet.

Sepanjang berkemah aku mendapat banyak pengalaman seru. Selain ini petualangan perdana kami untuk family camping, sebenarnya ada beberapa tujuan mengajak duo balita berkemah. Alhasil, selama kurang lebih 12 jam di area perkemahan aku menyimpulkan bahwa camping itu seru.

Lima insight yang didapat dari program rekreasi menulis yang diadakan oleh FLP Surabaya, yaitu:

1. Kadang kita perlu memahami lebih detail segala sesuatu, bukan sekedar permukaan. Hal ini berkaitan dengan keraguanku yang diawali dengan prasangka yang tak berdasarkan dengan fakta.

2. Kemah itu seru apalagi jika dilakukan bersama-sama. Yup, aku jadi lebih mengenal anggota FLP Surabaya melalui RM ini. Umar bin Khattab pernah berkata jika ingin mengetahui sifat seseorang maka bermalamlah dengan mereka.

Ya, meski kami tak satu atas ketika tidur. Namun menghabiskan separo malam bersama kawan-kawan FLP Surabaya memberi kehangatan bahwa kami memang adalah keluarga.

Ah, melownya!

3. Mengenalkan suasana alam kepada anak sejak dini

Bagian ini adalah tujuan terselubung dari RM yang kami ikuti. Alih-alih ikut RM sebenarnya aku sedang mengajari anak-anakku dekat dengan alam.

Sebagai anak yang terlahir di area perkotaan, hidup diantara gedung tinggi, aku merasa anakku memang minim pengalaman dalam survive di area alam.

Terbukti, si sulung sempat menangis ketika jam tidur tiba. Dia merasa gelisah, khawatir, bahkan tak nyaman dengan kondisi di bumi perkemahan. Ah Nak, kamu harus belajar arti anti kenyamanan. Sebab hidup tak selalu menyuguhkan hal-hal menyenangkan sesuai keinginan kita.

4. Bermain di alam bebas itu menyenangkan.

Meski di malam hari ada drama menangis oleh anak sulung, akan tetap di pagi ia menyambut matahari dengan wajah sumringah. Rupanya dia mulai menikmati suasana alam yang asyik.

Disambut segelas mie hangat beserta milo yang telah diseduh rupanya membuat si anak gadisku ceria seharian. Sepanjang aktivitas di bumi perkemahan dia ikuti dengan perasaan antusias. Apalagi ketika dia menemukan berbagai fasilitas bermain di area menuju air terjun.

Yup! Akhirnya dia bersahabat dengan alam.

5. Belajar mengendalikan pikiran, emosi dan anti panik

Ini pengalaman pribadi yang aku dapat. Sejak memutuskan untuk mengikuti RM hal yang pertama yang aku coba kondisikan adalah hati dan pikiran. Sebab dua hal tersebut kunci tenangnya hati ketika perjalanan dan melakukan sesuatu.

Tak hanya itu, aku pun berusaha untuk menata emosi setiap kali ada drama yang tak diinginkan. Seperti packing yang mepet, mobil grab yang tak kunjung tiba, menunggu berjam-jam elf datang, macet selama perjalanan, hujan setiba di tempat, hingga drama menjelang tidur.

Satu lagi, aku harus memutar otak agar di kemah tetap bisa mengerjakan deadline tugas yang harus selesai sepulang dari RM. Serangkaian aktivitas berlalu dan sampailah di penghujung waktu pulang. Kabar menggembirakan ternyata semua berjalan dengan lancar.

Anakku happy, kami happy, dan semua terlihat bahagia dengan segala keterbatasan yang ada. Kadang kita terlalu menuntut kesempurnaan padahal hidup itu sejatinya saling melengkapi. Kita tak bisa memiliki pengalaman jika belum pernah mencoba.

Bagi kami ini adalah pengalaman pertama yang awalnya ragu ternyata faktanya seru. Tak hanya aku, anakku, dan suamiku masih bisa menikmati petualang kemah singkat ini. Poin penting yang tak boleh dilupakan saat ini, ingat bahwa pandemi belum berlalu.

Selama di perkemahan kami juga berupaya sebaik mungkin mematuhi protokol kesehatan. Salah satu ikhtiar kami meski liburan tetap mengutamakan kesehatan. Semoga sehat semua!


Pekan Karya: Edisi 13

Tema: Makna Perjalanan 

1 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama