Puthuk Panggang Welut


Oleh Retno Fitriyanti

 

            Aku terjaga setelah mendengar bunyi alarm ponselku. Harusnya hari ini bisa sedikit santai karena hari libur. Namun hari ini ada rencana rekreasi menulis bersama teman-teman FLP Surabaya. Sudah lama juga aku tidak rekreasi bersama mereka sehingga kubuang rasa malas dan keinginan untuk kembali rebahan. Aku segera bersiap-siap membersihkan rumah dan memasak untuk anak-anak yang kutinggalkan.

            Pukul delapan pagi aku berangkat menuju tempat berkumpul di Krukah. Perjalanan dari rumah ke Krukah cukup lancar dan aku tiba tepat waktu. Banyak teman-teman yang sudah datang bahkan mobil yang akan membawa kamipun sudah tiba. Seharusnya tepat pukul sembilan pagi kami sudah harus bertolak ke lokasi rekreasi di Mojokerto, namun masih harus menunggu Ivan yang belum datang. Akhirnya sekitar pukul 9.30 WIB, Ivan datang. Lalu kami berangkat.

            Mobil yang membawa kami melaju membelah jalan Surabaya yang cukup ramai. Saat melintas di daerah Bungur Asih, mobil kembali berhenti untuk menjemput Jay dan Anis. Seharusnya Fiona dan Pasya juga ikut naik dari Bungur Asih, namun karena satu dan lain hal, mereka terpaksa ditinggal dan menyusul kemudian.

            Kurang lebih dua jam lamanya perjalanan akhirnya tiba juga di lokasi rekreasi. Di tempat perkemahan Puthuk Panggang Welut, di Mojokerto. Kedatangan kami disambut gerimis. Aku segera masuk ke dalam tenda yang sudah disiapkan oleh petugas perkemahan. Awalnya semua baik-baik saja. Aku menikmati suasana hujan dari dalam tenda. Kemudian hujan turun semakin deras. Air mulai melimpah hingga akhirnya mengenangi area sekitar tenda. Lambat laun air mulai merambah masuk ke dalam tenda. Aku mulai panik. Lalu teman-temanku dengan sigap mulai beraksi menyelamatkan barang-barang yang mulai basah terkena air. Satu-persatu kami pindah ke tenda lain yang lebih aman.

            Setelah hujan mulai reda, kami mulai berbenah. Memindahkan tenda ke tempat yang aman dan menata barang-barang kembali. Untuk mengeringkan tikar dan alas tenda yang basah, api unggunpun segera dinyalakan. Selain untuk mengeringkan tikar, juga menghangatkan badan yang basah dan dingin karena hujan.

            Menjelang senja, teman-teman rombongan kedua akhirnya tiba. Ada sekitar 30 orang yang mengikuti acara ini. Suasanya menjadi riuh dengan suara canda dan tawa. Aku mulai mengeluarkan peralatan memasak. Dibantu oleh teman-teman yang lain, aku mulai memanggang daging dan aneka makanan beku lainnya yang memang telah aku persiapkan. Selain memasak dan makan bersama, panitia juga menyiapkan permainan untuk mengisi waktu dan meramaikan suasana.

            Tanpa terasa waktu berjalan semakin larut. Namun suasana di tempat perkemahan semakin meriah. Semakin ramai orang-orang datang ke tempat perkemahan. Bahkan ada yang mengadakan acara sambil mengundang penyanyi beserta pemain musiknya.

            Karena lelah dan mengantuk, aku memutuskan untuk istirahat di dalam tenda. Tapi mataku tidak mau terpejam. Terdengar suara musik dan teman-teman yang masih ingin mengobrol. Aku berusaha untuk tidur. Kulihat Fafa, Sawitri dan Ratna, teman satu tendaku sudah tertidur pulas. Tapi hingga dini hari aku masih tidak bisa tidur. Bahkan, mbak Aisyah yang masuk ke tenda paling akhirpun sudah mulai tidur. Sementara aku masih belum bisa tidur padahal mataku mengantuk. Mungkin karena perbedaan suasana dan suara yang ramai membuatku tidak bisa tidur.


Pekan Karya: Edisi 13

Tema: Makna Perjalanan 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama