Keniscayaan Perempuan dalam Perjuangan

sarinah























Judul BukuSarinah
PenulisIr. Soekarno
PenerbitPanitia Penerbit Buku-buku Karangan Presiden Soekarno
Tahun Terbit1963 Masehi
Tebal Halaman329

Perempuan bukan barang, perempuan bukan merupakan peliharaan rumahan, perempuan juga bukanlah kombinasi antara bidadari dan si tolol yang hanya dinikmati fisiknya saja, namun dilunta-luntakan hati, harkat, dan martabat mereka. Perempuan adalah hikmah bagi dunia. Mereka memiliki batin dan hati yang begitu peka terhadapa bahasa hati dan rasa. Perempuan adalah mahkluk yang mulia meski tanpa dimuliakan. Bahkan jika seluruh umat manusia enggan bersudi hati memuliakan perempuan, mereka tetap akan menjadi mahkluk mulia secara kodratnya. Hamil dan melahirkan adalah sebagian kecil bukti kemuliaan perempuan.
Tentulah pula perempuan harus sadar, bahwa kemulian selalu dibarengi dengan kewajiban. Kontribusi perempuan terhadap maju mundurnya sebuah peradaban begitu besar dan senantiasa mendapat tempat yang istimewa.
Jangan kira kesanggupan perempuan pada soal perjuangan hanya pada posisi  dapur dan kasur saja. Banyak sejarah yang telah membuktikan betapa peran perempuan begitu besar kontribusinya bagi kemajuan atau kemunduran sebuah zaman atau negeri. Kanjeng Ratu Kidul, seorang perempuan bangsawan.  Seorang manusia biasa dengan tekad dan mental perjuangan serta tindakan yang luar biasa, hingga masyarat menyandingkan gelar penguasa wilayah Pantai Selatan pada beliau, di mana kerajaan-kerajaan kecil yang dirajai oleh kaum lelaki tunduk pada keliahaian beliau dalam soal tata negara.
Jika bertolak ke Aceh, maka nama sekaliber Cut Nyak Dhien, Laksamana Kumalahayati, Pocut Baren dan ribuan atau bahkan lebih perempuan yang lain, yang melakukan perlawanan terhadap penjajah dari barat (Eropa) di gunung, di laut, di hutan  adalah para perempuan yang lembut hati lagi perkasa di mana kontribusinya sudah mengharum-wangi dalam sejarah.
Maka karena keistimewaan perempuan itulah kisah-kisah Amazon atau Perempuan Nusa Tembini pernah ada pula.
Di daerah kiri kanan gunung Kaukasus masih hidup pada ingatan rakyat tentang kisah Raja Puteri Tamara yang perkasa dengan semangat perjuangan yang membara. Kehebatannya, keberaniannya, diabadikan, ditulis di atas pedang, pada piala-piala, pada alat-alat musik dengan sajak-saja membara.
Merupakan sebuah kepastianlah para kaum perempuan bersadar diri, bahwa kontribusinya selalu dinanti bukan hanya pada ruang lingkup kasur dan dapur. Kesempatan dan kewajiban para jelmaan bidadari itu untuk berkontribusi pada maju mundurnya peradaban seyogyanya tidak kalah dan tiada boleh kalah oleh kaum yang bisa berjenggot. Kedua kaum itu harus berlomba-lomba memberi manfaat untuk dunia yang lebih baik.
Akan semakin mempesona keanggunan jelmaan bidadari yang tersesat di antah berantah bumi ini, jika sang bidadari tetap beretika, bermakna, bergerak sesuai potensi diri tanpa menomerduakan kodrat ilahi.
Para bidadari yang telah rela hati tersesat di bumi. Jangan pernah lupa dan mengingkari kodrat ilahi. Kodrat itu adalah keistimewaan yang tidak akan pernah bisa dicapai oleh kaum lelaki. Meski kaum lelaki harus mati dan hidup lagi seribu kali, keistimewaan kodrat yang didapat perempuan tidak akan pernah bisa digapai lelaki.
Karena keistemewaan dan betapa mengagumkannya perempuan inilah sehingga seorang Ir. Soekarno, salah satu bapak pendiri bangsa, sampai-sampai menguras tintanya hanya demi menulis sebuah buku yang membahas tentang hakikat, martabat, kodrat mahkluk jelmaan bidadari yng bersebut perempuan itu dalam judul “Sarinah.”(*)

*Ibra maulan Tigotsulatsi




Post a Comment

Lebih baru Lebih lama