Menikmati Proses Bukan Hllah asil.

     prosesRobert T Kyosaki pernah menulis dalam buku best seller berjudul Rich Dad Poor Dad. Buku yang mampu menguncang dunia ekonomi itu menyebutkan, “Buatlah uang bekerja untukmu bukan kamu yang bekerja untuk uang. Dan itu benar-benar terjadi.”
Menarik bukan?
Siapa, sih, yang tidak ingin duduk ongkang-ongkang kaki tapi rejeki datang tak henti-henti. Adakah dunia yang seperti itu? Jawabnya, ADA. Tapi tidak seperti bayangan kebanyakan orang, terutama bayangan pikiran Pak Ogah-salah satu tokoh dalam serial Si Unyil.
Andaipun Pak Ogah detik ini mendapat uang satu milyar, pasti tidak perlu waktu lama menghabiskan uang tersebut. Mengapa begitu?
Apa bedanya Karakter botak itu dengan pengarang Rich Dad Poor Dad? Bedanya terletak pada skill dan tidak perlu otak seorang profesor untuk mengatakan bahwa sebuah skill yang mumpuni hanya bisa tumbuh dari proses mencoba yang tiada henti. Latihan yang berkelanjutan adalah garis besarnya.
Nomor satu adalah pemimpin. Mengapa dua itu yang menempati posisi teratas? Itu karena hanya dua profesi itulah, menurut perenungan subyektif penulis, adalah pofesi yang paling memudahkan seorang manusia untuk mengenal Tuhannya. Dan jika seseorang sudah mengenal Tuhannya, maka semua akan mudah untuk dihadapi. Dan jikalau tidak, maka dia akan mendapatkan sebagian besar dunia, jika sedari awal dia memang meniatkannya untuk itu. Dalam kata lain menjadi ahli dunia adalah sebuah side effect.
Menjadi dua profesi itu menuntut satu hal yang paling sulit dilakukan oleh umat manusia, komunikasi. Baik itu komunikasi dengan dirinya sendiri maupun komunikasi dengan yang di luar dirinya. Sulit karena keduanya menuntut kejujuran. Jujur pada diri sendiri dan jujur pada yang di luar diri sendiri. Jika seseorang salah menilai orang lain, maka hanya sebatas dari hadir tidaknya orang lain itu sajalah problem yang akan dia hadapi. Tapi bila dia sendiri salah menilai kepribadiannya, maka kemanapun dia lari dan bersembunyi di sana pulalah penderitaan menanti.
Sering orang sambil berpangku tangan meratapi nasibnya sendiri, lebih sering lagi menyalahkan keadaan dan segala sesuatu diluar dirinya, termasuk Tuhan, atas segala keterpurukan yang dialami. Perkara semacam Itu saja sudah menunjukkan bahwa dia salah dalam mengatakan pada dirinya sendiri apa yang sebaiknya harus dikerjakan. Dan jika dengan dirinya sendiri saja dia salah berkomunikasi maka akan salah pula dia berkomunikasi demgan orang lain. Dan akan semakin intens kesalahannya jika masalah semakin menumpuk dan menumpuk.
Misal, jika seseorang hendak menikah, jauh sebelum itu seharusnya dia menyiapkan segala sesuatu dengan penuh perhitungan. Mental, Materi dan keluarga harus masuk dalam itung-itungan. Itu komunikasi dalam diri yang baik. Ditengah proses tadi tiba-tiba ada godaan, sebuah mobil klasik dijual dengan diskon yang lumayan, dan tiba-tiba pula bisikan sehat tidak lagi didengar, lalu tanpa ba-bi-bu langsung mengambil keputusan drastis dengan membeli mobil limited edtion meskipun diskon tapi menghabiskan semua simpanan. Detik itu dia telah salah memilih juru bicara dari dalam dirinya sendiri.
Karena itulah seorang pemimpin dan pengusaha harus bisa memilah mana keputusan yang baik dan mana yang buruk dengan sangat matang, motivasinya cuma satu, itu karena dia bergangung pada dirinya seorang tiada yang lain. Seorang pekerja bisa pindah kelain pekerjaan, tanpa modal pula, tapi seorang pengusaha tidak. Jadi jika bukan dirinya sendiri yang membuat kakinya berdiri  lalu siapa lagi? Sudah mahfum di dunia dua profesi tadi bahwa komunikasi dalam bentuk negosiasi/diplomasi adalah kunci utama dari terpuruk tidaknya dunia dimana dia memilih berdiam itu. Taruhannya tidak lagi sekedar kehilangan bidak raja saat skak mat seperti dalam permainan catur. Taruhannya bisa nyawa dan kehilangan harga diri. Dan tidak ada benda lain di dunia ini yang lebih tinggi lagi dari keduanya
Inilah dunia dimana ego, keberanian, insting, dan nalar (kreatifitas) mengambil porsi penuh dari diri seseorang dimana di profesi lain hal sperti ini tidak didapati. Karena itulah praktek seorang pengusaha dan pemimpin mirip praktek ahli ibadah yang sedang melaksanakan ritual tirakat, ketiganya sama-sama melatih kesabaran dan pola pikir jernih agar tidak cenderung kedalam salah satu kutub yang ekstrim. Yang satu bisa jadi the next Hitler, sedang yang satu bisa jadi bunuh diri karena bangkrut atau menipu. Butuh bertahun-tahun mencoba dan bereksperimen sebelum akhirnya mereka menemukan sebuah posisi nyaman yang permanen. Sebaik-baik perkara adalah yang menengah. Tidak asing bukan kalimat tadi?
Robert T Kyosaki adalah ibarat pelari marathon 10.000 km, hasil dari bertahun-tahun dia berlatih. Maka tidak salah kemudian jika orang berkata bahwa berlari sejauh 10 km adalah ibarat makan kuaci bagi dirinya. Tapi tidak bagi pak Ogah, jangankan 10 km, 100 m pun di tidak akan sanggup. Itu karena dia tidak pernah melatih dirinya dan lebih banyak meringkuk di gardu pos kamling sambil meminta-minta dan bermalas-malasan.
Itulah kenapa jika dia menerima uang satu milyar secara tiba-tiba, maka itu adalah ibarat anak kecil yang hanya bisa naik sepeda roda tiga diberi hadiah sebuah mobil. Jangankan 10 km, 10 meter jalanpun penulis yakin dia pasti nabrak. Sedang jauh disana, Robert T Kyosaki sedang asik menikmati mobil smartcar ala google miliknya, yang 15 tahun dia rancang sendiri sambil asik membuat desain pesawat ulang alik yang bisa membawanya dari bumi ke mars pulang pergi.
Menikmati proses adalah salah satu cara agar bisa sukses, dunia tidak pernah sedetikpun mundur tapi terus maju, so, keep moving no matter what.



*Abdillah Setyono

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama