Tanpa judul

20160130_125731.jpgTravel writing adalah agenda tahunan flp surabaya, jika kemarin kami menjelajah pulau garam. Sepesial pake telur travel writing kali ini kami ke daerah yang terkenal akan tahu takwa atau tahu kuning sekaligus mengunjungi anggota Flp Surabaya yang hijrah di Kediri, mbak Wuri namanya. Asli orang Surabaya yang berjodoh dengan orang Kediri, ciyee…  Jadi maksut kami silaturahim adalah sekalian numpang bobok. Ho-ho-h0. Oh iya, ada satu (lagi) anggota Flp Surabaya yang memang benar-benar merantau ke kota pahlawan dan kembali ke kota asalnya, mas Aziz namanya, beliau sekarang sudah menjabat sebagai ketua Flp Kediri. (weeeiits) kereen, pindah langsung jadi ketua. Oh iyaa, ada (lagi) namanya Ayu, dia asli Kediri yang sedang ngangsu ilmu di Surabaya. Travel writing sekaligus menyambung silaturahim. Karena salah satu pembuka pintu rejeki adalah  silaturahim. Maka nikmat travelling manakah yang kamu dustakan?


Tanggal sudah ditentukan, kami fix berangkat tanggal 30-31. H-5 ketika panitia akan memesan tiket kereta api, Noevil mengundurkan diri dengan alasan yang membuat hati saya terharu “gak boleh bapak sama ibu, mbak... Apalah daya, ada cara maulidan di rumah” Ya, Noevil asli Madura yang masih menunjung tinggi budaya maulidan. Jujur saja saya terharu dengan pemuda yang rela meninggalkan kesenangan pribadi demi nurut sama orangtua. Top jempol deh buat Noevil. Ada lagi mas Abedil yang sedari awal tidak tercatat sebagai anggota yang bisa ikut travel writing karena harus menjaga bapaknya yang sakit. Masya Allah, top dobel buat mas Abedil, saya meyakini bahwa tidak ada yang rugi berbakti kepada orangtua, kesenangan semu itu akan Allah gantikan lebih menyenangkan, tak terduga dan berkah. Walau sempat saya kecewa pada Noevil yang mendadak mengundurkan diri dari TW, lantaran dia sudah saya kader sebagai penanggung jawab pertongsisan, badannya tinggi, dan diantara anggota flp laki-laki yang doyan banget narsis cumin Noevil,  gak ada lagi. Sueer :P


Tiket kereta api sudah pesan, hati riang gembira syalala. kami mengambil jadwal paling awal untuk hari sabtu pukul 4.30 jadwal pulang sebenarnya ingin mengambil malam karena Putri bekerja di Semarang dan rela ke Surabaya demi ikut Tw. Minggu malam harus kembali ke Semarang, baik kami sepakat hari minggu pulang pukul 15.20. karena tujuan awal travel writing selain jalan-jalan adalah ngumpul rame-rame walau berkali-kali seleksi alam, akhirnya yang ikut. Elo lagi elo lagi.


H-3, mendapat kabar bahwa Putri terkena gejala tipus. Ia mengundurkan diri. Dan hari itu juga kondisi saya juga sedang ngedrop, penyakit yang bernama ashma ini kambuh lantaran flu yang menyerang 2 hari lalu, teman saya Azmi sudah memwarning “istirahat kenapa sih Tha, gausah aktivitas dulu kamu mau ke Kediri lho, hati-hati entar ngedrop”. Tapi saya tetap saja nekat beraktifitas, selagi urusan a,b,c, d belum kelar saya tidak akan pernah bisa tidur nyenyak. Saya tidak ingin nantinya ketika travelling terbebani dengan urusan yang tertunda. Lagi pula saya memang gak bisa diam, karena bagi saya diam itu memancing kegalauan dan pikiran-pikiran negative akan berlari sliweran di kepala justeru membuat saya semakin terasa sakitnya.


Hingga tubuh pun menuntut haknya, hari jumat pagi si ashma sudah tidak bisa diajak kompromi, selesai mengajar di SMP 3 Waru, saya langsung bergegas ke IGD RSI Wonokromo dengan tenaga sisa-sisa, tubuh pun terkapar lemas. “mbaknya sendirian?” Tanya perawat. “iya mbak”. Lalu mbak perawatnya membantu urusan administrasi sebelum mendapat penanganan. Pertolongan pertama bagi penderita ashma ketika kambuh adalah oksigen dan penguapan yang bertujuan untuk meringankan pernafasan serta membantu mengeluarkan lendir yang menyumbat saluran pernafasan. Membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam. Dari ashma ini saya mengambil hikmah, bersyukur  bahwa nikmat sederhana berharga mahal adalah nikmatnya bernafas tanpa rasa sakit.


Sempat ngitung kancing baju . berangkat, enggak, berangkat, enggak, berangkat. Dibalik lagi. Engak, berangkat, enggak, berangkat, enggak. Waduh… Bismillah pukul 01.00 dini hari saya memutuskan berangkat dan packing, alhamdulilah ashmanya sudah tidak terlalu rewel. Sedangkan kakak meragukan “yakin berangkat? Kamu masih sakit gitu”, “Berangkat kak bismillah” Ucapku meyakinkan. Saya benar-benar tidak mau ketinggalan momen bersama ini, apalagi kalau tubuh ini dibuat jalan-jalan pasti senang dan rasa senang akan menimbulkan energy positif bagi tubuh. Pasti enggak ingat kalau sakit, tiba-tiba, eh sudah sembuh.


Fix, pukul 03.30 saya berangkat ke stasiun Gubeng lama diantar kakak. Alhamdulilah punya kakak laki-laki yang ketjeh meski sudah beristri, berkeluarga tetap menjaga adik dan saudara perempuannya, ketika sedang boomingnya actor mas Gagah, para muslimah yg mendambakan mas Gagah dalam hidupnya, saya sudah punya, meski secara fisik jauh dari mas Gagah yang diperankan oleh Hamas Sahid, namun kepribadiannya mas Gagah bangeet.. ketika keluarga sempat bertanya “gimana sih tipe suamimu nanti?” jawabannya ndak muluk-muluk “pokoknya yang kayak kakak” biasanya mereka menggoda “yang kayak kakakmu stoknya udah habis” Nah! kalau sudah ngomong begitu saya berdoa semoga segera kulakan biar gak kehabisan stok atau saya akan pre order dulu sama Allah. #eh


Kereta berangkat tepat waktu sesuai dengan jadwal pukul 4.30. pak ketua namanya Baim wong…Wong Suroboyo maksutnya,  Ketika anggotanya asyik ndagel, ketawa ketiwi, dia dengan serius bersabda “teman-teman mari kita budayakan membaca dimanapun berada” Maka saya dan teman-teman spontan mengambil buku dari tas (pura-pura) di baca sambil minta di fotoin. Ha-ha-ha. Walau akhirnya kami memang baca sungguhan. Flp Surabaya ini orangnya sungguh berwarna, ada yg suka ndagel, ada yang serius sekali, seolah-olah di jidatnya ada tulisan “awas tegangan tinggi” ada juga yang kalem.


Sepanjang perjalanan kami mengeluh kelaperan hingga berujung tidur. Namun saya tidak bisa tidur meski mata sudah di merem-meremin, saya tetap saja memikirkan makanan.  Hmm nanti sampai di Kediri enaknya makan apa yaa, disamping itu saya juga membayangkan betapa enaknya makan nasi goreng bersama ceplok telor dan kerupuk atau ubi rebus yang masih hangat sambil nyruput kopi. Waduh, tingkat kebaperan semakin tinggi. Baper bagi saya memiliki 2 arti 1. Bawaan laper dan 2. Barisan pengikut rasullullah… Kalau arti baper yang galau-galau itu saya ndak begitu kenal, takut cepet tua.


Pukul 09.00 kaki kami telah menginjakkan di stasiun Kediri. Sebelum keluar dari Stasiun, kami mengurus tiket kereta yang rencana ingin kami rubah jadwal kepulangan minggu malam, tapi sayang tiket sudah habis adapun tiket tanpa duduk alias berdiri. Baiklah masalah pulang dipikir sambil jalan cari makan. Alhamdulilah kami menemukan warung kaki lima. Saya memesan nasi pecel tanpa lauk tambahan. Selesai makan mbak Wuri keluarga datang. Biasa ritual perempuan kekinian kalau sudah lama ndak ketemu, heboh dulu, baru salaman, cipika cipiki lalu foto. jepreeet, upload deh.


Destinasi pertama hari ini adalah goa surowono, dilanjutkan candi surowono dan gumul.


Ngapain sih ke Goa Surowono?           


IMG_20160202_102401.pngSurowono diambil dari Suro yang berarti ikan dan Wono itu hutan. Konon goa ini sudah sejak tahun 1800. Dahulu goa ini sempat menjadi tempat persembunyian tentara Belanda. Dulu, tempat ini masih rindang, banyak pepohonan, sepi penduduk. Sudah sejak 10 tahun ini goa surowono menjadi tempat wisata. Biaya masuk ke Goa hanya dua ribu rupiah saja, tetapi untuk menelusuri goa membutuhkan guide yang biayanya hanya 20ribu. Nah! Dari sini para perempuan terlebih emak-emaknya galau. Nyemplung gak nih? Secara masuk ke goa itu kita semua akan basah kuyup. Namun alangkah sayang jika sudah jauh-jauh dari Surabaya dan sudah tiba disini tapi duduk diam memandang goa dari jauh dengan alasan takut baju basah. Maka kami memutuskan ikut masuk ke goa. Saya masuk dengan baju lengkap, berkaos kaki, saya ingin membuktikan bahwa muslimah traveler tak perlu meninggalkan ke syarian dalam berpakaian, tak terhalangi, tetap nyaman bahkan aman.


“Kamu tetep pake kaos kaki, Tha, gak eman-eman tah?” Tanya salah seorang teman. “Iya, Mbak, ngak apa-apa, taah orang kaya ha-ha-ha” Pasang muka sombong ala orang kaya di tipi.


Ada 5 goa, tetapi kami hanya memasuki 4 goa saja, karena goa ke- 5 sudah terhubung dengan sungai. Goa itu memiliki panjang perjalanan kurang lebih 250 m. sempat deg-degan ketika mau masuk dan nyemplung. Nyeeeeees! Airnya dingin bin bening,  kami saling berpegangan. Masuk ke goa, suasana begitu mencekam, gelap gulita, kami haya mengandalkan senter dari guide yang berada di depan sendiri, jalannya sempit hanya cukup 1 orang saja, oksigen pun sedikit dan yang masuk banyak. Ada rombongan dari mahasiswa Malang dan kami Flp berdua belas. Wah, ini nih rebutan oksigen. Tiba-tiba saya ingat sama si ashma. Sepanjang perjalanan tak henti istigfar, dzikir, sholawatan sambil bergumam mesra pada diri sendiri ashma kamu jangan kambuh ya, susah nanti nolongnya, ambulan enggak bisa lewat. #pukpuk


Hanya suara rombongan Flp yang berisik, rombongan lain itu diam dan khusyuk menelusuri goa. berikut adalah celetukan anak-anak Flp sepanjang menelusuri Goa


- Aduh kita ni kayak korban  kebanjiran di Ciliwung

- Ya Allah listriknya mati, gak ada colokan ya di sini

- Laper

- Ngapain sih kita ke sini

- Ayoo selfie

- Foto-foto

- Ayo di rekam

- Awas ada batu besar di depan

- Awas airnya makin desar

- Nunduk-nunduk

- Lurus jangan belok kiri (ya eyalah lurus lha belok kiri buntu)

- Wah akiknya banyak nih

(bayangkan! Dalam suasana mencekam begini kami masih bisa saja banyol, kalau bukan Flp siapa lagi)


Lalu kami mengabsen satu-satu nama anggota terlebih pada anak-anak kecil Hikam, Fabian dan Aisyah, mengecheck apakah baik-baik saja. Dan saya bersama mbak Wuri saling bercakap “ngapain sih mbak kita ke sini”, “aku juga enggak tahu Tha, kenapa kita ke sini” sambil jalan tertatih, pegangan dengan sangat hati-hati. Ada pula dari rombongan Malang yang mencoba menakut-nakuti “awas ada ular putih” ketika sudah mencapai puncak perjalanan, kami baca sholawatan. Makin merunduk, air makin dalam, semakin gelap dan saya merasa sulit mendapatkan oksigen. Dina yang tiba-tiba nyletuk, gimana ya kalau mislakan goanya tiba-tiba tertutup. Ucapan Dina itu membuat saya ingat akan kisah 3 orang di jaman Bani Israil yang terjebak di dalam goa lantaran batu besar yang menutup pintu goa itu, hanya amalan shalih dan doa yang dapat menolong mereka dari jebakan batu besar itu. Salah satunya adalah berbakti kepada orangtua. “ya Allah jika amalanku ini niat lurus mengharapkan wajahMu maka mudahkan jalan ini” doanya kurang lebih begitu, beda kan sama doanya anak jaman sekarang “ya Allah masih jomblo, selamatkan ya Allah”


Sudah mencapai puncak ketegangan perjalanan, oksigen makin menipis, jalan merunduk semacam rukuk, air sudah dalam dan yeeey, kami sampai di pintu keluar goa keempat. Alhamdulilah kami semua bahagia selamat sejahatera… saran bagi penderita ashma lebih baik jangan masuk karena beresiko tinggi kambuhnya, saran juga bagi yang berbadan dobel dan tinggi baiknya piker-pikir kalau mau masuk, tapi kalau penasaran yaa gak apa-apa, hati-hati.


Wisata ini bagus, lumayan memacu adrenalin. Sayang, kondisi goa memang gelap dan guide hanya membawa satu senter, akan lebih baiknya jika setiap pengunjung dbekali senter kepala, jadi kita bisa menikmati air bening yang berpasangan dengan batu-batu itu di bawah. Saya sempat melihatnya sekilas ketika cahaya sampai di bawah kaki. Finally, saya puas berhasil melewati goa surowono.


Candi Surowono


Lokasinya tidak jauh dari goa, kami tak lama mengunjunginya, membaca sebentar seputar goa lalu foto-foto. Selanjutnya kami menuju rumah mbak Wuri. Ganti baju, bersih diri dan istirahat.


Gumul….


Pusat kota Kediri. Ndak usah jauh-jauh ke paris kalau mau lihat  bangunan arc de triomphe walau secara arsitektur dan kebersihan serta tingkat perawatan masih tergolong jauh, tapi bagi saya sudah top jempol dobel lah buat Kediri. Oh iya, di depan gumul terdapat tulisan KEDIRI LAGI. Entah  apa maksutnya dengan imbuhan kata (lagi) namun bagi saya kata (lagi) itulah yang menambah nilai  dramatis dan ketertarikan tersendiri, mungkin doa agar pengunjung akan kembali lagi… di samping gumul terdapat pasar malam  yang menjual aneka makanan dan souvenir. Nah, saya, mbak Retno, mbak Wuri turut mengantarkan Oki mencari daster pesanan mamanya, jika banyak penipuan tentang mama minta pulsa, lain halnya dengan mama oki yang minta daster sebagai syarat diperbolehkannya anak kesayangannya ini berpetualang ke kota tahu itu.


Oh iya, sebelum ke Gumul kami rombongan berduabelas silaturahim ke rumah ketua Flp Kediri, mas Aziz. Seperti biasa saya selalu gagal focus, melihat makanan berjejer banyak di meja tamu. Ada ote-ote, molen, pisang goring, onde-onde dan kerupuk pasir yang dimakan dengan bumbu pecel. Alhamdulilah inilah nikmatnya silaturahim, makan-makan syalalalaaa…


Waktu sudah menunjukkan pukul 21.30. saatnya kami harus segera kembali kepada si ijo (mobil elfnya warnanya hijau) agenda selanjutnya adalah mengunjungi warung penyetnya si Ayu. Nah ini yang sudah din anti-nanti dari sebelum keberangkatan. He-he-he. Perjalanan memerlukan waktu kurang lebih 1 jam, sampai ngantuk-ngantuk di dalam si ijo. Kami tiba di warung penyet cak Adi. Kami sudah terhipnotis dengan hidangan penyet yang dipesan sesuai permintaan, saya memilih penyet lele. Satu porsi isinya 2. Tersaji bersama cobek kecil yang isinya sambal dan 2 buah lele goreng. Rasanya benar-benar nendang sampai ke tulang sum-sum. Sambalnya pedas, lelenya pun gurih. Sangking terhipnotisnya, lampu mati sesaat. Beruntunglah saya dan beberapa teman sudah selesai makan, hanya saja masih ngemil sisa-sisa ikan dan lalapan. Kemudian datangnya ayahnya Ayu untuk menyalakan dieselnya, lampu kembali menyala, makannya makin bersemangat.


23.00 warung cak Adi akan tutup, kami berpamitan pulang tak lupa bayar dulu. Prinsip kami meskipun bertamu tapi kami tidak ingin terlalu merepotkan, kami tetap bayar walau akhirnya dapat diskonan, alhamdulilah.


Tragedi warung cak Adi. Ketika hendak turun ke lantai bawah, saya mencari sandal saya yang hilang satu, kasian kan.. enggak punya pasangan. Dibantu Ratna, Saroh dan Ayu. Mencari-cari di sekeliling tak juga kelihatan. Dan ajaib, ini sungguh ajaib, sandal saya sebelah kiri diketemukan diatas kurungan burung yang lokasi tak jauh dari tempat sandal. Keren sandal saya  bisa terbang ke atas kurungan burung, apa sudah bosan dengan pasangannya? Entahlah… saya beharap semoga sandal saya langgeng.


Bangun pagi-pagi…


Destinasi terakhir ini nyaris seperti mau ketemu calon mertua.(emang kamu sudah pernah ketemu sama calon mertua, Tha?” kata teman saya sih kalau mau ketemu calon mertua deg-degannya ngalahin ketemu dosen penguji skripsi, katanya.  Malam susah tidur, mau ketemu deg-deganya minta ampun sama Allah… Ya, ini yang saya alami ketika waktu sudah mendekati menuju destinasi terakhir, destinasi yang sudah din anti oleh teman-teman.


Gunung Wilis, Air terjun ngleyangan.


Yaa, destinasi ini yang bikin saya deg-degan enggak karuan, maklum ini adalah pendakian pertama saya. Ada rasa takut, khawatir, prasangka buruk “nanti kalau si ashma mendadak muncul bagaimana?” Ah bismillah kuat! saya mencoba terus meyakinkan pada diri sendiri. Jarak air terjun ngleyangan dari rumah mbak Wuri 55 menit. Jalannya menanjak, tikungan tajam, apalagi kalau naik si ijo yang memuat dua belas orang, saya dan mbak Wuri, turut tegang, terus baca istigfar, apalagi ketika tidak sengaja berpapasan dengan truk.


Katanya sih 25 menit.


Kami berhenti dan di tinggal sementara oleh si ijo, sementara itu kami melanjutkan perjalanan setapak ke air terjun ngleyangan. Tertera perjalanan kurang 25 menit lagi menuju lokasi. Sudah hampir 1 jam air terjun tak ada tanda-tanda suaranya, jalan semakin menanjak, angin bertiup sejuk, nafas sudah tersengal-sengal. Lantas ada penduduk yang sedang lewat, beliau berkata “kurang 20 menit lagi, mbak”.


25 menit sudah terlalui dengan tanda-tanda kelelahan.  Perut lapar, makhluk bernama warung tak juga kelihatan. Seperti biasa daripada kami meratapi perjalanan entah sampai kapan sampainya. Saroh dan Ratna yang sudah berpenglaman dalam pendakian memberi semangat.


“semangat di depan sudah ada alfamart” (hanya motivasi, mana ada alfamart di pegunungan)


“semangat 5 menit lagi sampai”(hanya motivasi, di depan masih ada jalanan nanjak, setapak, becek pula)


Maka saya dan Oki membuat motivasi tersendiri yang sekiranya kami bersemangat


“semangat di sana nanti banyak bidadari” kata Oki


Dan motivasi saya adalah jreeng jreeeng “semangaaaat di depan sana ada jodoh menanti” tak perlu mendatangkan motivator tersohor, motivasi ini sudah cukup bagi saya dan teman-teman.


20160130_195038.jpg3,5 jam kemudian, ketika energi sudah sisa-sisa, nafas tak karuan, kaki serasa mau copot, lemas, letih esu dan lunglai alhamdulilah Allah beri keajaiban, makhluk bernama warung muncul. Kami bergembira, memesan minum dan pop mie. Kalian tahu tdak, bahwa mie cup bernama pop mie itu mendadak sangat enak di santap, beda sekali jika saya makan di Surabaya, di kost. Akan sangat berbeda. Istirahat kurang lebih setengah jam. Kami segera melanjutkan perjalanan yang medannya semakin menantang. Kata Saroh, medannya seperti naik ke Semeru. Lantas saya kepo tentang gunung semeru dan sedikit ada rasa bahagia, yeeeeey, aku kuat mendaki yang medannya kayak ke Semeru. he-he-he.


Lelah Hidung Mencium Kentutmu


Sebelumnya saya sudah ijin kepada teman-teman bahwa perut saya kembung dan ingin sekali buang angin, tetapi tiba-tiba dari depan saya tercium bau kentut yang sungguh miris untuk saya jabarkan di sini. Saya melihat di sekililing kanan kiri tak ada sampah busuk… (perasaan aku belum kentut deh) daripada menimbulkan fitnah perkentutan maka saya pun protes “aduuh siapa nih yang kentut, bau banget” entahlah saya tiba-tiba terpikirkan sosok seorang yang ada di depan saya. Yaa, sebut saja namanya Obaik kepanjangan dari Oki Baik. Bukan hanya sekali saja dia mencemarkan lingkungan dengan aroma kentutnya yang beda tipis antara sampah busuk dan daun sembukan. Dia sering kentut dan anehnya aromanya…sama.


Katanya sih perjalanan 25 menit, iyaa memang benar jika perjalanan itu ditempuh menggunakan motor trail. Jika jalan kaki apalagi pemula seperti kami… menghabiskan waktu 4 jam pendakian. Suara air terjun semakin nyaring terdengar dan bukan bohong-bohongan karena sejak 3 jam yang lalu kami merasa sudah mendengar suara terjun. Rasa capek pun mendadak seperti tercabut, hilang ketika kami tiba dan melihat air terjun sememukau itu. Kami berangkat mendaki pukul 06.00 dan iba pukul 10.00  Tanpa piker baju basah, enggak ada ganti walau stok baju bersih di tas sudah habis, kami tak hiraukan. Semua nyebuuuur!!! Tak segan-segan saya pun meminumnya langsung dari atas, segar dan ada rasa manis-manisnya, mineralnya masih tinggi kata as Ari suami mbak Wuri.


Selesai nyebur, foto-foto. kami duduk di dekat api unggun, karena cuaca di sana dingin, belum lahi airnya pun sangat dingin. Sambil menikmati api unggun, makan mie gelas dan the hangat. Bekal yang di bawa mas Ari untuk bersama-sama.


Menjelang pulang, turun hujan. Kami tetap pulang. Waktu sudah menunjukkan pukul 12.30. jalan semakin licin dan berbecek, dari sini banyak sekali korban kepleset berjatuhan. Hanya Ratna yang memang sudah terbiasa dengan medan pendakian, justeru dia sering membantu, menggandeng teman-teman terlebih pada Dina yang nyaris sering jatuh terpeleset.


Saya jadi ingat penggalan novel Iwan Setyawan yang berjudul Ibuk “seperti sepatumu ini. Kadang kita harus berpijak dengan sesuatu yang sempurna. Tapi kamu mesti kuat, buatlah pijakanmu kuat” maka sepanjang perjalan saya sangat berhati-hati, dan menekan kaki saya sekuat mungkin agar tidak terjatuh. Saya berpegangan erat dengan tongkat saya. Ibarat hidup memang harus punya pegangan supaya tidak jatuh atau masuk ke jurang. Sama seperti pendakian ini. Walau sering di bully si Wahyu “timik-timik-timik-timik” maksutnya jalannya sangat pelan sekali. Saya tidak peduli, yang terpenting saya tidak jatuh. Alasannya adalah, kaki saya sudah seperti mau copot, kondisi badan masih tidak begotu fit, jika sampai saya jatuh akan menambah penderitaan lagi.  Sempat hampir jatuh, karena jalannya sangat licin sekali, jalannya turun, sisa hujan baru saja menjatuhkan banyak korban, spontan saya memegang tongkat mas Hendro yang di pegangnnya erat. Sempat putus asa, ini jalanan turun kok gak ada habisnya, sedangkan saya melihat beberapa orang jatuh dari motor lantaran terpeleset, mirisnya lagi yang jatuh itu anak kecil.. Tapi anak itu tidak menangis justeru tertawa lepas dengan ibunyaa, ya. Adegan ini sempat membuat saya iri, sebentar.


Baju saya sudah mirip warna gradasi antara pink dan coklat, kaos kaki saya yang semula berwarna abu-abu berubah total menjadi coklat ke tanah-tanahan. Lhamdulilah pukul 17.00 kami telah dipertemukan dengan si hijau. Senang sekali bis apulang dengan selamat… Maka kami segera bergegas kembali ke rumah mbak Wuri, jadwal kereta sudah terlewat. Kami pulang ke Surabaya menyewa elf dengan warna yang berbeda.


Dari perjalanan ini saya mengambil banyak sekali hikmahnya, memetik pelajaran yang mungkin tidak akan bisa saya dapatkan jika pada hari jumat itu saya memutuskan untuk tidak ikut.


Terakhir quotes dari saya dan teman-teman


Jika kamu ingin mengetahui kepribadian seseorang maka ajaklah dia travelling atau ajaklah dia mendaki.


Tips bagi para muslimah jika mendaki sebaiknya menggunakan rok celana berwarna gelap, memakai sepatu gunung asli agar tidak mudah terpeleset dan jangan lupa membawa pegangan entah  itu bisa teman, pasangan atau kalau enggak punya pasangan bisa mengambil kayu yang kuat, buatlah pegangan. Karena hidup butuh pegangan. :D




Agustha Ningrum

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama