Oleh
Nurhalimah
Sebuah
refleksi atas masa yang telah lalu. Masa yang tidak akan pernah kembali, meski
sekejap saja. Tahun 2019, sebuah waktu yang telah terlewati dengan beragam
tantangan. Suka duka telah terlalui dengan sikap berbeda-beda. Namun karena
tantangan itu, membuat siapa pun tegar menjalani kehidupan ini. Beragam
pengalaman kudapat tentang kehidupan ini. Bagaimana seseorang seharusnya
menanggapi, bertindak dengan apa pun di hadapannya. Bagaimana seharusnya sosok
manusia bisa memaknai segala yang ada di hadapannya. Viktor Frankl menyebutkan
“Meaning to life.” Namun realita di lapangan bertutur, bahwa tidak seluruh
manusia mampu memahami makna di hadapannya. Padahal jika dikaji ulang dan
ditilik lebih intens, kita akan menemukan hikmah di dalamnya. Sedangkan hikmah
sendiri dapat membawa siapa pun mengarungi kebahagiaan, meski di dalam
keburukan sekalipun.
Seperti tahun
2019 kemarin, aku mendapati pelajaran luar biasa. Bagaimana seorang aku bertemu
dengan sosok manusia bersama dengan asumsinya dalam memandang kehidupan. Aku
merasa beruntung!!! Mengapa beruntung? Dia telah mengajarkan sejatinya hidup, bahwa
untuk mengarungi hidup tidak perlu menjadi orang lain. Sebelum tahun itu,
perasaan untuk menjadi orang begitu lekat, bahkan merasa harus seperti mereka.
Alhasil nyatanya tidak seperti itu, malah aku menjadi manusia bingung dengan
dirinya sendiri. Kasarannya sedang terjebak dengan zona sendiri. Dia juga
mengajarkanku untuk tidak mudah percaya kepada apa yang sedang dilihat. Karena
baginya masih banyak orang terjebak dengan apa pun di hadapannya. Hingga
berujung tenggelam, lalu menjustifikasi, dilihat dari baik dan buruk. Bukan
hanya dia saja, salah satu dosenku pun juga berasumsi seperti itu. Karena
dengannya membuat kita berpandangan suudzon atau negatif thinking.
Semacam
kisahku beberapa waktu yang lalu, tepatnya di bulan September akhir. Sebuah
kejadian tidak pernah terduga sebelumnya datang menghampiriku. Saat itu aku
sedang fokus dengan penyusunan skripsi, tiba-tiba kabar menyakitkan datang dari
arah tidak terduga. Seseorang yang kupercayai melakukan sebuah kesalahan di
belakangku. Akhirnya ku selesaikan dengan perasaan hancur berantakan, namun
tetap kukuatkan hati, menengadahkan wajah kepada-Nya. Meminta doa kepada
orang-orang terdekatku. Barulah sembuh sekitar sepuluh hari setelah kejadian
itu. Semula hati memang tidak ikhlas menerima keadaan, seakan separuh nafas
hilang, kecewa dengan keadaan. Akan tetapi setelah kurenungi berkali-kali,
menggali, dan mempertanyakan kejadian. Akhirnya aku sadar, ini sebenarnya
rahasia Allah telah terbuka, menutupi sesuatu yang kurang baik di hadapanku.
Semula mata hati ini ditutup, namun akhirnya terbuka. Benar-benar sejatinya
Allah begitu sayang kepadaku. Seandainya kejadian itu tidak pernah terjadi
kepadaku, mana mungkin aku bisa belajar. Bagaimana mungkin aku bersyukur?
Alhamdulillah Allah masih sayang denganku.
Aku begitu
percaya bahwa rencana-Nya, kemauan-Nya selalu lebih baik daripada rencana hamba-Nya.
Mungkin tampaknya buruk, menyakitkan, menyedihkan, namun jika dipahami dan
dihayati ternyata segala kejadian di hadapan kita ada hikmah mendalam di sana.
Jika telah menemukannya aku percaya, kita akan tersenyum mendapatinya.
Sebenarnya kita sering kali mendengarkan nasehat ini bahwa segalanya mengandung
hikmah, namun realitanya terkadang kita tidak menyadari bahwa di sana ada
permata indah tersembunyi. Menyalahkan, mengeluh menjadi kebiasaan dan pilihan,
padahal jika bersikap seperti ini dunia psikologi menyebutkan akan mengganggu
diri kita sendiri. Setahun lalu bertemu dengan
beragam kejadian hingga akhirnya aku sadar, perjalanan itu tidak seluruhnya
menyisakan kepahitan. Serta tidak seluruhnya menyisakan kenangan manis, akan
tetapi di sanalah kita akan mendapati pelajaran.
Posting Komentar