oleh : M Ivan Aulia Rokhman
Sepanjang tahun yang dilalui banyak
sekali hikmah yang dipetik selama saya jalani kegiatan baik kuliah maupun
lainnya. Beberapa refleksi yang saya bagikan karena terus terang pengalaman
yang rasakan sebagian pahit. Terutama awal tahun lebih sedih terutama berangkat
terlambat maupun barangnya hilang di masjid. Terlebih orang tua termasuk nenek
dan ayah sedang sakit selama beberapa bulan yang lalu. Pertama selama sakit
saya dapat bantuan dari ibu atau ayah untuk mengantarkan ke RS menggunakan
angkutan online. Momentum paling sebal saat dipanggil ayah mengenai nenek yang
diperlukan. Sejak September 2018 nenek menginap di Surabaya untuk memeriksa
mata yang mengalami katarak. November 2018 giliran ayah sakit. Jujur saya
berkunjung di luar kota tapi tak sempat menjenguk ayah. Bisa dibilang dosa yang
melekat di batin saya. Ada beberapa momentum sepanjang tahun 2019 yang dipetik
selama ini.
Pertama saat ujian usai saya
menghadiri kelas inspirasi Pati di kecamatan Margorejo. Kondisi desa memang
sederhana tapi saat menunaikan shalat subuh mushala sudah terkunci. Dan datang
ke sekolah dalam keadaan panas yang luar biasa ekstrim. Hari Inspirasi lancar
dilanjutkan makan terlebih dahulu lalu menghadiri refleksi. Momentum serunya
bisa bertemu teman-teman relawan kelas inspirasi di penjuru daerah untuk
silaturahmi dan reuni bareng. Sepulang dari Pati saya kecapekan dan melanjutkan
perjalanan pulang naik grab di rumah. Sayang keesokan harinya saya terburu-buru
perjalanan ke stasiun Wonokromo menuju stasiun Klakah. Tapi pasrah karena waktu
perjalanan melebihi jadwal pemberangkatan maka saya transit ke terminal tapi
tiket pulang masih ada. Dari beberapa daerah yang menginspirasi sebagian
jalannya nanjak, naik turun, jalannya zig zag. Itulah alasan dominan saya
menginspirasi karena berkontribusi pendidikan di Indonesia.
Kedua penyesalan terjadi. Saya
berangkat dari Wonokromo ke Kiaracondong sekitar jam 8 sampai jam setengah 12.
(Sekarang jadwal berubah menjadi jam 19.00) dan berlanjut ke stasiun Bandung.
Diobrak-abrik grup tapi nggak dibalas dan memutuskan tidur di masjid raya
Bandung. Sayangnya barang yang saya bawa hilang. Tas punggung dan cadangan aman
saja. Untuk melaporkan ke polisi membutuhkan waktu lama dengan jalan kaki.
Walaupun uang diberikan apa adanya demi melapor. Sampai di Polsek Regol saya
menyampaikan laporan kehilangan serta maksud dan tujuan datang ke Bandung. Pak
polisi pun menyampaikan apa adanya pada saya selama berjam-jam. Begitu juga
pemberangkatan pun susah karena HP hilang juga. Data dokumentasi selama tiga
bulan yang lalu telah hilang beserta dompet juga. Pagi di sekolah saya
sampaikan ke teman-teman rombel bahwa tas selempang saya hilang di masjid Raya
Bandung jam 02.30 WIB pagi. Saat masuk ke tempat refleksi dibutuhkan scan
tiket. Fasilitator diberi dana sumbangan ke saya sebagai ucapan terima kasih
tanpa alat komunikasi.
Ketiga tidak mudik tahun ini.
Alasannya masih sakit dan merayakan lebaran di rumah dan Bolang ke beberapa
tetangga hanya jarak dekat saja. Yang bisa memutuskan hanya orang tua. Kalau
secara kebiasaan saya dan keluarga diajak pulang kampung. Sesungguhnya apa yang
telah terjadi menjadi gapaian. Saya sebagai anggota tentunya memiliki kelebihan
dan kekurangan. Biar menambah ada pesan yang tak terkuapkan. Itulah kenapa saya
tetap betah di sana.
Momentum paling pedih adalah merekam
kejadian di Bandung. Sudah tiga kali berkunjung tapi telah menemukan kelemahan
yakni masyarakat urban tingkat prihatinkan. Maret di saat yang tepat untuk
menemukan ketua FLP Surabaya. Sempat menyampaikan LPJ secara real membuat
anggota antusias. Ketok palu ketua FLP Surabaya terpilih oleh Cikgu Ratnawa.
Alasannya sudah dapat yakni memperkuat iman dan kesabaran. Sayangnya di masa
kepimpinan Cikgu banyak anggota yang tidak kontribusi dan kegiatan kurang
jelas. Yang bisa memetik bidang tertentu. Mengenai upgrading Dan semnas um flp.
Dari ketiga momentum menarik yang
paling terbaik pada bagian. Demikian kaleidoskop direkam hasil kejadian. Semoga
menginspirasi
Surabaya, 1 Januari 2020
Posting Komentar