Keadilan Semesta

 Oleh: Lathifah Inten Mahardika

https://pixabay.com/id/photos/jambu-biji-hijau-buah-buahan-188440/
Ilustrasi: Pixabay.com

Apa kau tahu kenapa pohon jambu yang kau tanam di pekarangan depan rumahmu tidak ada satu pun yang berbuah? Sedangkan aroma ranum buah mangga di belakang rumahmu, mengusik para tetangga. Semakin hari semakin lebat dan tumbuh begitu eksotisnya. Menawan, meliuk-liuk, menggoda setiap mata yang melirik, seolah ingin segera dipinang di atas meja makan.

Aku tahu betapa bencinya kau dengan buah mangga. Pohon-pohon itu tumbuh tanpa pernah meminum setetes air dari sumurmu. Berdiri kokoh tanpa seserbuk pupuk Deltagro Golstar 250 SC, yang kau beli jauh-jauh dari kota, pupuk yang harganya sama dengan token listrik sebulan penuh.

Anehnya pohon jambu yang begitu kau idamkan, dengan luapan cinta tanpa pamrih, malah gagal panen lima kali. Gagal karena benalu yang mengulat-ulat memeluk tiap jangka batang jambu kesayanganmu. Bahkan setelah kau tebas habis benalu itu hingga pangkalnya, kini berganti pendatang baru. Bangsa ulat pagoda, ulat kupu-kupu gajah, bahkan kutu ikut bersarang, berkembang begitu baiknya, menciptakan peradaban baru.

Kepalamu terasa begitu berat tak karuan, mempertanyakan pada alam, kenapa bisa begini, kenapa bisa begitu. Apakah Tuhan hanya sekadar ingin main-main dengan menguji kesabaranmu? Kau terhanyut duduk di atas dipan sembari memandang pohon jambu kesayanganmu. Terbesit ungkapan istrimu sebelum surat pengadilan melayang di meja hijau,

“Anak keduamu yang kau sayang itu, kini overdosis sabu-sabu Mas. Kau terlalu memanjakannya tanpa memandang benar atau salah. Menuruti semua keinginannya, sampai menjual tanah warisan orang tuaku. Sedangkan anak-anakmu yang lain, termasuk aku berakar lebih kokoh karena tempaan pilih kasihmu membuat kita tumbuh dengan kekuatan sendiri. Itulah bentuk keadilan semesta!” Ucapnya dengan setengah berteriak.


20.35-21.00


Pekan Karya keempat, 17 Juli 2021

Ditulis untuk memperingati hari Keadilan


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama