Di tengah ketat dan padatnya PPKM darurat dan berbagai agenda FLP Surabaya, divisi kaderisasi berhasil melaksanakan “LEMPER (takLEM PEnguRus)” edisi kedua. Ada kisah menarik di LEMPER edisi kedua ini, di mana pelaksanaannya yang harusnya dibuat secara langsung dengan tatap muka, akhirnya harus rela dibuat hybrid. Yaitu secara offline dan daring via zoom meeting.
LEMPER kali ini berjudul PPKM (Pemuda Produktif Karena Membaca), merupakan tema yang sengaja dipilih karena diperpanjangnya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Para penulis mempunyai waktu luang yang lebih banyak, sehingga bisa dimanfaatkan untuk membaca buku hingga lahirlah karya sastra yang lebih bermutu.
Dalam taklim yang diselenggarakan Sabtu (31/7) itu, Cak Ibra Maulan Tigotsulatsi—Ketua FLP Surabaya periode 2015-2017—, yang didapuk menjadi pemateri menyampaikan beberapa hal terkait pentingnya seorang penulis untuk rajin membaca, agar ia produktif dan dapat menghasilkan karya yang baik.
Dalam Q.s. Al-Isra’, Allah menyuruh kita untuk membaca, ‘Iqra …’ dan itu diulang beberapa kali. Kita tidak hanya diperintahkan untuk membaca, tapi juga memahami. Dituntut untuk lebih berpikir, memahami, menelaah, dan mengoreksi. Jadi sangat kompleks sekali definisi dari kata membaca ini.
Membaca juga harus memberikan dampak, baik itu bagi diri sendiri, keluarga kita, juga masyarakat lingkungan di sekitar kita. Definisi membaca bukan hanya sekadar membaca, harus diperluas. Tidak hanya membaca sebuah tulisan saja, membaca juga harus memiliki dampak positif, terutama bagi karakter diri. Sehingga semakin banyak dan rajin kita membaca, semakin banyak pula solusi yang hadir di tengah-tengah kita.
Cak Ibra juga menyampaikan pentingnya pemahaman konsep akan Kerja Berjemaah dan Kerja Bersama, bagaimana seorang pemimpin atau ketua yang dipilih dalam komunitas harus dan wajib ditaati oleh segenap pengurus, tidak boleh ada sikap iri dan dengki yang menyertainya. Jika ketua memerintahkan A, maka para pengurus wajib taat, tanpa tapi, tanpa nanti, harus siap melaksanakan perintah itu.
Boleh membuka ruang diskusi selebar-lebarnya, boleh berkompromi, tapi tidak boleh debat. Pengurus boleh mengajukan konsep dan gagasan, tapi ketua yang mengetok palu atau memutuskan. Kenapa kerja berjemaah ini sangatlah penting? Karena hal ini menjadi suatu masalah atau semacam krisis bagi organisasi Islam atau pegiat dakwah akhir-akhir ini.
Membaca tak hanya sekadar membaca, ketika kita membaca, mata kita tak hanya melihat, lisan kita juga tak hanya berucap dan mengeja, tetapi otak kita ikut berpikir dan hati kita juga ikut mengolah rasa. Maka dari itu, ketika kita memabaca sebuah buku, kita bisa sampai menangis, marah, bahkan kita bisa mengeluarkan ekspresi bahagia. Itu definisi membaca yang benar.
Benar-benar bisa menjiwai apa yang kita baca, maka membaca itu tidak hanya tentang konsep tekstual yang berjalan. Bukan juga hanya dalam bentuk tulisan, tetapi fenomena zaman hari ini, kondisi sosial masyarakat hari ini. Bagaimana kita sebagai para pemuda menyikapi akan hal ini, peristiwa dan fitnah akhir zaman yang seperti ini.
Membaca tidak akan menjadi sebuah produktivitas, tidak akan menjadi sebuah kebiasaan yang produktif, jika kita hanya menggunakan kebiasaan membaca tersebut dengan mata saja tanpa adanya keterikatan olah pikiran dan olah hati. Kalau kita bisa menggunakan kebiasaan membaca kita dengan baik, maka kebiasaan itu akan menjadi sebuah pemahaman yang berbuah aksi nyata untuk kehidupan kita.
Jadi, kita bukan hanya sekadar membaca, tetapi kita bisa paham dan mempraktikkan ilmunya. Seharusnya seperti itu efek positif dari membaca. Kita tidak terjebak dan sibuk pada teori-teori saja, tanpa adanya eksekusi. Hal tersebut tidak akan pernah menjadi solusi, hanya menjadi sebuah narasi yang basi, yang tentu akan menguap begitu saja.
Diikuti oleh 14 dari total 34 anggota pengurus di periode yang dipimpin oleh Kak Syaifuddin ini, tak lantas membuat suasana taklim garing dan kurang greget. Karena selain materi yang disajikan seru dan amazing, para peserta juga dibuka wawasannya terkait Thaun atau wabah dalam sudut pandang Islam dan ulama-ulama terdahulu.
Agenda LEMPER yang rutin dilakukan tiap bulan ini juga semakin semarak dengan beberapa pertanyaan dari para pengurus, mulai dari apa buku terakhir yang dibaca, hingga referensi buku apa yang pas untuk lebih membuka wawasan terkait Thaun dan fitnah akhir zaman ini.(*adr)
*Achmad Danang Ramdani
Posting Komentar