Berburu Semangat Muda

 Oleh: Hamimeha 

https://pixabay.com/id/photos/api-inferno-jeruk-pembakaran-726268/
Ilustrasi: Pixabay.com

Kata orang, semangat yang berkobar itu identik dengan semangat anak muda. Hal ini selaras dengan lirik lagu Rhoma Irama yang berjudul "Darah Muda." Seperti di bawah ini penggalannya; 

Darah muda darahnya para remaja 

Yang selalu merasa gagah 

Tak pernah mau mengalah 

Masa muda masa yang berapi-api 

Yang maunya menang sendiri 

Walau salah tak peduli 

Darah muda 

Aku pribadi agak geli mengamati lirik lagu di atas. Sekilas mungkin tampak biasa namun jika ditelaah lagi aku berpikir bahwa menjadi anak muda memang cenderung berada di titik yang "serba aku". "Sok-sok-an" istilahnya, hehehe. 

Coba simak kata "Masa muda masa yang berapi-api", rasanya jika berdasarkan lirik tersebut menegaskan bahwa menjadi anak muda itu semangat tidak pernah habis. 

Nah, inilah alasan buat aku yang sudah berbuntut dua akak tetapi masih ingin bergaul dengan mereka yaitu FLP Surabaya. Tujuanku bergabung bersama FLP Surabaya adalah berburu semangat muda. Semangat muda yang tak mengenal usia. 

Alasan Aku Bertahan Di FLP Surabaya 

Sebenarnya anggota Forum Lingkar Pena sangat beragam. Baik dari segi usia, latar belakang, profesi, bahkan budaya lokal yang mereka bawa. Akan tetapi, aku selalu menemukan satu hal yang sama dari semua keberagaman itu yakni semangat anak muda, khususnya FLP Surabaya. 

Terdengar berlebihan kah saat kusebut FLP Surabaya memiliki semangat anak muda? Mungkin iya bagi sebagian orang, tapi buatku tidak. Sebab faktanya, 50% lebih dari anggota FLP Surabaya memang tergolong usia muda. 

Menurut BPS usia muda produktif diukur dari rentang umur 15 hingga 64 tahun. Sedangkan anggota FLP Surabaya rata-rata usia 20-30 tahunan. Nah, semangat anak muda beneran kan? 

Terlepas dari alasan usia anggota yang berada dalam tubuh FLP Surabaya, alasanku bertahan dan kembali melabuhkan diri untuk berkarya kembali di FLP Surabaya setelah hampir 5 tahun vakum.

Padahal, saat ini menjamur komunitas dan gerakan menulis. Sayangnya, aku CLBK dengan FLP khususnya FLP Surabaya. Aku membawa tiga jawaban, mengapa aku "balik kucing" ke FLP Surabaya. 

Ada tiga alasan aku bertahan di FLP Surabaya; 

Pertama, kenyaman. 

Yup! Entah mengapa aku merasa nyaman sejak perjumpaan bersama kawan-kawan di FLP Surabaya tujuh tahun yang lalu. Kami tidak saling kenal namun bisa begitu cepat akrab. Apakah ini yang disebut dalam hadis HR. Muslim yang menyebutkan bahwa ruh akan berkumpul dengan yang sejenis. 

"Ruh-ruh itu bagaikan pasukan yang dihimpun dalam kesatuan. Jika saling mengenal di antara mereka maka akan bersatu. Dan yang saling merasa asing di antara mereka maka akan berpisah." (HR. Muslim 6376) 

Jawaban poin pertama jika kalian bertanya, "Emak-emak kok nimbrungnya dengan anak muda?" 

Kedua, kehangatan. 

Poin ini aku sebut FLP Surabaya seperti rumah. Orang di dalamnya adalah anggota keluarga, inilah yang aku rasakan sejak bersentuhan dengan FLP Surabaya. Aku sadar jika menjadi anggota yang tak cukup produktif bahkan bisa dibilang pasif. 

Namun keberadaanku di tengah mereka dan cara teman-teman FLP Surabaya merangkul anggotanya sangat hangat. Padahal mereka masih muda namun tahu cara memperlakukan orang di sekitarnya. Perbedaan latar belakang, generasi, dan gap usia tampak melebur tanpa mengurangi rasa sopan santun. Hal tersebut membuat aku terharu sekaligus penasaran. Bagaimana budaya yang tumbuh di dalamnya? 

Dan saat ini aku sedang mencari jawabannya. Apakah dengan keberadaanku sekarang bisa mempertahankan suasana hangat sebuah keluarga di FLP Surabaya?Aku harap jawabanya adalah iya. Bersama para pemuda yang jadi pengurusnya saat ini. 

Ketiga, ciri khas yang melekat. 

Lahirnya Forum Lingkar Pena membawa semangat muda Bunda Helvy Tiana Rosa dan Mbak Asma Nadia. Kedua penulis hebat ini sudah tidak diragukan karyanya di dunia kepenulisan. Dan semangat mereka masih melekat pada FLP. 

Tak terkecuali FLP Surabaya, menjunjung tinggi literasi keberadaban. Bertahan menjaga nilai karya yang bermoral dalam menulis tentu tidak mudah di badai gempuran menjamurnya komunitas menulis dan karya-karya yang menunjukkan degradasi moral. Nyatanya, FLP mampu bertahan hingga 24 tahun lamanya. Dan 16 tahun bagi FLP Surabaya. 

Inilah alasan aku betah belajar bersama para pemilik semangat muda di FLP khususnya FLP Surabaya. Tiga alasan yang cukup untuk aku berada lagi di wadah kepenulisan ini

meski bukan singlelillah lagi. FLP Surabaya adalah salah satu komunitas yang setia menemani perjalanan hidupku, sejak singlelillah hingga menjadi emak duo sholihah. Barokalloh. Harapanku, semoga FLP Surabaya semakin bertumbuh menjadi wadah kepenulisan yang membaggakan dengan membawa tiga pilar dalam ke-FLP-annya. Aamiin.


*Diambil dari Pekan Karya 9 untuk memperingati Milad FLP Surabaya ke-16


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama