Menjadi Berarti


Untuk Milad FLP Surabaya ke – 16


https://pixabay.com/id/photos/buku-mawar-penanda-buku-buka-buku-419589/
Ilustrasi: Pixabay.com

Ingatanku berkelana kilas balik menuju lima belas tahun yang lalu. Saat itu usiaku baru dua belas tahun. Teringat aroma kue bolu coklat buatan bulek (panggilan Jawa untuk tante) sangat khas sedang mengisi keceriaan arisan Minggu pagi itu. Kami berkumpul di ruang tengah berbagi apa saja. Kebanyakan kelakar jenaka dibagikan Ayahku, kami tertawa dan berbahagia bersama. Lima belas tahun yang lalu saat segalanya masih utuh. Saat duniaku masih sederhana. Se-sederhana memakan kue bolu coklat ketiga tanpa khawatir mengenai kalori dan penampilan. 

Dunia sederhanaku kemudian menjadi semakin utuh. Saat itu dalam pencarian jati diri mencoba beberapa aktivitas ini dan itu, aku belum sampai pada hal yang benar-benar menarik minatku. Walaupun belum mengenal istilah-istilah seperti introvert, extrovert atau ambivert aku menyadari bahwa aku tidak terlalu menyukai keramaian. Maka, kebanyakan saat arisan aku seringkali hanya terdiam di lantai dua. Di sana ada ruang kosong yang cukup bersih, ada mesin cuci, tempat untuk menjemur dan menyetrika pakaian. Aku suka menyendiri dan berdiam di sana. Hanya untuk sekadar menatap senja atau menengok burung yang sedang bertengger santai di atas kabel listrik. Aku suka tempat itu, hening, tempat di mana aku bisa berpikir dengan lebih jernih. 

Tak lama kemudian, ada saudara sepupuku perempuan menghampiriku. Aku memanggilnya mbak Diana. 

“Hei, ada yang habis berulang tahun rupanya.” Sapa dia kepadaku. Aku hanya mengangguk dan tersenyum. 

“Beberapa kali ke sini, kamu sudah menghabiskan tiga novelku. Suka sekali dengan cerita nampaknya.” Mbak Diana memiliki banyak koleksi novel romance-religi hasil tulisan Bunda Helvi Tiana Rosa, Bunda Asma Nadia, Bunda Sinta Yudisia, Kang Abik dan beberapa penulis FLP yang lain. Kala itu, aku tidak mengenal apa itu FLP. Aku hanya mengenal karya yang dihasilkan oleh komunitas ini. Cerita yang disuguhkan bukan cerita muluk dengan bahasa yang bertele-tele. Ceritanya sederhana, menyentuh setiap lini kehidupan sehingga aku yang masih remaja tanggung ini bisa relate, bahasa yang mudah dicerna dan yang paling penting tanpa menggurui siapa pun. 

Aku dan mbak Diana sering membicarakan nama-nama yang aku sebutkan di atas. “Mereka semua menyampaikan dakwah melalui cerita. Mereka berbagi sekaligus menginspirasi. Mereka merangkul dan tidak menghakimi.” Ucapan mbak Diana kala itu sangat menancap di benakku. Deskripsi yang mengagumkan. Untuk pertama kalinya, aku terbawa suasana dan aku berminat pada sesuatu. 

“Aku ingin menjadi seperti mereka suatu hari nanti, mungkin aku akan bertemu dengan FLP jika aku berjodoh. Aku ingin menulis, aku ingin berbagi seperti yang mereka lakukan.” Sahutku kemudian. Mbak Diana tersenyum lantas mengamini. 

Kembali ke lantai atas, mbak Diana kemudian memberiku satu buku bertajuk “Antologi Kasih 17 Tahun”. “Buat yang habis ulang tahun, masih jauh dari tujuh belas sih … tapi enggak apa-apa … banyak kisah di dalamnya yang bisa diambil pelajarannya. Semoga yang terbaik selalu untukmu, hobi bacanya dilanjut ya.” Aku menerima dengan penuh rasa syukur dan sangat berterima kasih. Saya lupa-lupa ingat, tapi yang jelas antologi ini ditulis oleh teman-teman dari FLP. Ada kisahnya yang masih saya ingat sampai sekarang, beberapa kisah mengantarkan saya pada banyak pemahaman-pemahaman baik mengenai hidup dan kehidupan. 

Hari itu tanpa saya sadari, FLP mengantarkan saya pada hobi saya yang baru. Saya suka membaca dalam hening, yang tidak lama kemudian mengantarkan saya pada hobi saya yang lain. Setelah beberapa buku, saya menetapkan bahwa saya juga ingin menulis. Ada sensasi kepuasan yang tidak bisa saya jelaskan ketika saya bisa menyelesaikan sebuah tulisan. Saat itu, saya menulis hanya untuk diri saya sendiri. Belum berani dan belum memiliki cukup kepercayaan diri agar karya saya bisa dibaca orang lain. 

Lima belas tahun berselang. Maka jangan sekali-kali meremehkan sebuah doa atau kalimat harapan. Karena sesungguhnya Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar. Setelah melalang buana hingga sebenarnya saya sudah lupa mengenai keinginan saya untuk bergabung ke FLP saya ditakdirkan untuk berjodoh dengannya. Saya percaya tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Saya percaya, Allah sedang merencanakan sesuatu saat kemudian saya diberikan kesempatan ini. 

Tidak terasa sudah hampir dua tahun saya berkecimpung dalam komunitas ini, saya berekspektasi akan menemukan teman baru dan kelas-kelas menulis. Namun ternyata komunitas ini lebih dari itu. Saya menemukan keluarga baru. Kami berbagi mengenai apa saja, tidak hanya melulu mengenai menulis atau bagaimana menjadi penulis. Walaupun kami berbeda, “Berbakti, Berkarya dan Berarti” motto FLP ini kami menjadi persamaan di antara kami. FLP terkhusus FLP Surabaya mengantarkan kami pada pemahaman bahwa menulis adalah tentang berarti. Tentang menjadi seluas-luasnya manfaat. 

Selamat menua FLP Surabaya, semoga seiring dengan menua tumbuh kebijaksanaan dan lahir semangat baru. Semangat untuk berbakti, berkarya, dan berarti. 


Sidoarjo, 28 Agustus 2021 

Fiona Rossi Ramadhani 


*Diambil dari Pekan Karya 9 untuk memperingati Milad FLP Surabaya ke-16

1 Komentar

  1. Top 10 Casino Site Reviews in 2021
    1. Lucky Club | 22BET Casino · 2. Slots | 23Bet Casino · 3. The Dog House | 10CRICino · 4. Play For Real · 5. No Limit Slots luckyclub

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama