Judul Buku : Selamat Tinggal
Nama Penulis : Tere Liye
Tebal Halaman : 360 halaman
Tahun Terbit : September 2020
Penerbit : Gramedia
Pustaka Utama
Tere Liye merupakan nama yang tidak asing bagi saya karena sebelum ini
saya telah membaca beberapa karya yang ditulis olehnya. Tere Liye selalu
sanggup membuat saya syahdu menyelami cerita cinta unik dan tidak biasa, plot
twist mencengangkan dan tidak bisa ditebak. Pernah pada satu bukunya, saya
diajak naik roller coaster perasaan dari sedih, marah, kecewa hingga
menangis tergugu di akhir cerita. Namun, pada karyanya yang mengusung judul
“Selamat Tinggal” ini berbeda. Tidak ada cerita cinta nan syahdu yang membuat
penggemarnya mabuk kepayang.
Pada buku ini sangat terasa Tere Liye sedang mengungkapkan kegelisahan
mengenai bagaimana barang bajakan sangat ramai digemari pada masyarakat kita. Dengan
mengambil setting penokohan seorang penulis yang sedang menempuh studi
bahasa dan sastra Indonesia di sebuah perguruan tinggi bergengsi. Karena alasan
ekonomi, seluruh biaya kuliah sang tokoh ditanggung oleh pamannya. Maka untuk
membalas budi, ia harus membantu bisnis pamannya. Ironisnya, bisnis keluarga
pamannya ini adalah menjual buku bajakan. Tidak hanya buku bajakan, Tere Liye
juga merangkum beberapa bajakan lain seperti obat palsu, link streaming film
bajakan dan banyak konteks bajakan lain yang dekat dengan kehidupan kita.
Sangat dekat hingga terkadang kita tidak menyadari bahwa kita sedang
melakukannya. Kita sedang merugikan sang pencipta buku, obat-obatan, film, lagu
dan banyak lagi.
Selain itu, Tere Liye juga ingin pembaca mengenal lebih dekat seorang
tokoh penulis hebat Indonesia yang terlupakan. Penulis tersebut bernama Sutan
Pane. Dalam cerita, Sutan Pane dijadikan bahan skripsi sang tokoh utama.
Sehingga, pada buku ini diceritakan riset sang tokoh mengenai mengapa Sutan
Pane yang pada akhirnya memutuskan untuk menggantung pena dan tidak ingin lagi
menulis. Sejujurnya saya sendiri belum pernah mendengar nama tersebut sebelum
saya membaca buku ini. Tetapi, setelah sejauh ini membaca deskripsi Tere Liye
mengenai Sutan Pane saya dibuat jatuh cinta kepadanya.
Saya belum membaca hingga tuntas, baru tiga perempat dari bukunya saja.
Namun, jelas sekali dalam buku ini Tere Liye ingin mengajak kita semua untuk
menjadi manusia yang lebih menghargai manusia lain. Dalam konteks yang lebih
mendalam, menghargai karya manusia lain dengan membeli yang asli. Menciptakan
sesuatu tentu saja bukan hal yang mudah, karena buku bajakan ada di sekitar
kita dan semua orang membelinya bukan berarti hal itu dapat dibenarkan.
Membajak sama seperti mencuri, membajak adalah kriminalitas.
Pada hal lain Tere Liye ingin kita memiliki idealisme seperti Sutan
Pane, mempertahankan keyakinan pada kebenaran walaupun semua orang menetang.
Walaupun tidak ada satupun orang yang akan mendukungmu. Sutan Pane tetap
menulis dan mengabarkan kebenaran.
Aku ingin menutup resensi ini dengan mengutip kalimat Tere Liye pada
halaman belakang buku ini yang membuat saya memutuskan untuk membeli dan
membaca buku ini,
“Mari tutup masa lalu yang kelam, mari membuka halaman yang baru. Jangan
ragu-ragu. Jangan cemas. Tinggalkanlah kebodohan dan ketidakpedulian. “Selamat
Tinggal” suka berbohong, “Selamat Tinggal” kecurangan, “Selamat Tinggal”
sifat-sifat buruk lainnya.”
Tere Liye menggiring kita untuk merenungkan kebiasaan mana yang harus
kita ucapkan “Selamat Tinggal” pada kebiasaan tersebut.
Sidoarjo, 22 Agustus 2021
Fiona Rossi Ramadhani
Posting Komentar