Oleh: Suchoy
Menjelang bulan November, satu
kenangan baru terpatri. Ini kali pertama melakukan perjalanan bermakna di
sekitar alam dalam kurun waktu hampir setahun ini. Benar, setidaknya ada ruang
waktu untuk melepaskan penat di antara hiruk pikuk duniawi. Ada kalanya perlu egoisme
untuk self-love. Itu hanya sekadar trik untuk tetap menjadi waras.
Ban elf melaju kencang. Ia
membayar keterlambatannya. Wewangian kota berubah menjadi aroma pucuk daun yang
dibasahi oleh rintik hujan menjelang sore. Berjejer tenda dengan sinar lampu di
area kegelapan. Ternyata mobil juga tidak ikut kalah. Rasanya penuh, bahkan
berasa seperti sesak oleh badan-badan besar mereka. “Semesta, akhirnya kita
datang. Kau tetap saja elegan,” gemingku.
“Lekas bangun tendamu sebelum malam
semakin pekat!” teriak seseorang.
Tetesan keringat yang belum usai
sebab membawa segebok bawaan tangan, harus menetes lebih banyak lagi
untuk sebuah tempat berteduh. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.
Tenda sudah tegak dengan otot-otot perempuan dan kecerdikannya merangkai tiap
rusuk. Hawa dingin dan pikul-memikul mengaburkan prasangkaku. Keringat hanya
nampak sedikit, cukup sebagai penyegar sapaan alam.
Malam pekat tiba, api unggun membara
di tengah-tengah canda tawa. Hidangan jauh lebih menarik untuk dibahas,
sepertinya. Ia mengisi perut para penulis cendekiawan hingga senyum mereka
merekah dalam kenikmatan semesta. Penerangan tidak cukup melihat elok hidangan,
tapi mereka tidak acuh. Sabar kawan, ini menunjukkan kita dalam keadaan lapar
gembira. Menarik!
Suara panggilan terdengar di samping
api membara. Berbondong-bondong duduk melingkar setelah isi perut terpenuhi. Tatapan
mereka tahu arti dari suara ini. Dan api unggun mulai menjadi saksi.
“Truth or Dare!” suara khas
itu melanjutkan.
“Kenalkan diri!”
“Tunjukkan penampilanmu!”
Saksi bisu itu merekam kenangan dari
sekumpulan penulis di malam petang. Api membara itu menjadi pendengar—Curahan hati,
harapan, tangisan anak kecil, suara berisik alat dapur, bahkan napas kencang
dari tenggorokan orang yang tertidur pulas. Ia menemani hingga larut. Sampai ia
melahap segala kerisauan dan kegundahan menjadi debu. Membakar sekat-sekat
canggung di antara mereka. Mentransfer kehangatan bagi yang ringkih dalam
kebekuan. Terima kasih api unggun,
cahayamu juga menjadi penerang pikiran kami. Tuhan menciptakanmu begitu
sempurna.
Pekan Karya: Edisi 13
Tema: Makna Perjalanan
Posting Komentar