Yuk Kita Curhat Tentang Hari Itu

Oleh: Ihdina Sabili

Hari itu seakan hampir saja aku urung berangkat. Jika saja bukan karena cinta, tak akan kaki ringkih yang cukup lelah ini akan melangkah. Menaiki bis umum dari Jombang pukul 10 pagi. Tepat saat azan Zuhur bis Mira yang kutumpangi sampai di Terminal Purabaya. Setelah menunaikah sholat, aku mendapat informasi dari teman-teman rombongan di markas untuk tetap menunggu di sana membersamai Mbak Farikha, teman FLP yang kini telah berdomisili di Tuban. Sudah tiga tahun kami tak bertemu, jadilah ajang reuni dadakan berbumbu curhat panjang lebar tentang kehidupan mengisi penantian kami.

Meski menunggu hingga pukul 15.30, siang di teras Alfamart itu menjadi momen yang tentu tak terlupakan. Memang bertemu teman lama mampu memberi obat kangen dan satu kebahagiaan tersendiri. Setibanya elf di hadapan kami, tepatnya di gerbang PT. Gudang Garam seberang terminal Bungurasih, kami pun bersama-sama berangkat menuju lokasi. Rekreasi Menulis yang kemudian disingkat menjadi RM tahun ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Apalagi setelah masa pandemi, kerinduan sahabat-sahabat pada alam dan melepaskan penat sudah mencapai ubun-ubun.

Tahukah kalian apa makna perjalanan? Aku pernah mendengar, bicara tentang perjalanan bukanlah soal tujuannya, namun dengan siapa kita melakukan perjalanan. Begitu pula mungkin yang dapat kudefinisikan dari hari itu. Sebuah perjalanan yang cukup singkat sebenarnya. Dari rumah masing-masing paling jauh hanya 4 jam. Selama di sana pun tak mencapai 24 jam. Namun rasa yang tertuang dan kebersamaan di sana aku yakin takkan bisa lekang hingga beberapa waktu.

Area Rekreasi Menulis kali ini benar-benar membaur dengan alam. Kami berkemah, membangun tenda, menghadapi hujan dan banjir dalam keterbatasan, menyatu dalam selimut dingin di malam hari, berteman hangat api unggun di antara kami. Pagi keesokan harinya kami menyisiri hutan pinus, mensyukuri anugerah dari Allah, atas napas kehidupan, kesehatan jiwa dan raga, kebersamaan, kekeluargaan kekal abadi, dunia hingga ukhrowi. Meski kami berasal dari darah yang berbeda, dari daerah yang manca, namun saat jiwa telah bersama, segala luka dan air mata pun menguap sirna.

Terasa hangat saat berkumpul menyantap makan malam seadanya. Tak ada lagi batas di antara kita, gelak canda tawa mewarnai malam mendung, namun hati kami bertaut dalam kasih sayang persaudaraan. Permainan bersambut kemeriahan, dilanjutkan perkenalan yang bertujuan semakin mempererat tali asih kekeluargaan. Meski sudah sebagian besar sudah akrab, tetap diperlukan saling mengenal lebih jauh terutama yang belum pernah bertemu karena jarak terbentang.

Malam itu mungkin tak terlalu terasa menggigil. Bukan karena bukitnya tak terlalu tinggi, bukan karena hujan tak turun lagi, bukan karena banyaknya manusia berkumpul bersama di bukit ini, bukan pula api unggun masih meliputi, namun karena kehangatan dalam hati masing-masing peserta RM 2021 masih menjalari diri. Meski beberapa tenda sudah tertutup rapat, namun jika dihampiri lebih dekat masih terdengar bisik-bisik obrolan yang enggan terhenti di dalamnya. Beberapa orang juga masih mengobrol asik di luar tenda, mereka yang sudah lama tak berjumpa dan sekadar berbagi cerita. Bahkan ada juga yang hingga dini hari dan fajar tiba, meringkuk tidur di tikar, luar tenda. Bukan karena tak mendapat ruang di dalam tenda, namun lebih karena menikmati suasana di alam terbuka.

Aku yang bergabung ke dalam tenda mbak Suchoy pun mengobrol hingga larut dengan Luluk, Mbak Suchoy dan Mbak Miftah. Tanpa melihat jarum jam, setelah terasa semakin sering menguap, akhirnya kami pun mengakhiri perbincangan dan segera bersiap tidur. Saat subuh tiba, udara dingin semakin terasa menyergap, aku yang semalam tak terlalu berselimut mulai terasa menggigil. Namun itu langsung menguap ketika membuka tenda terlihat wajah teman-teman dengan berbagai warna. Dalam benakku terselip, sayang sekali hari telah berganti, kita akan segera berpisah tak lama lagi. Tak kalah menarik dari semalam, pagi ini kami berolahraga ceria kemudian dilanjut dengan permainan padanan kata dan squid game. Foto bersama tentu tak akan tertinggal. Di akhir acara pun bebas hingga santap sarapan.

Awalnya kami mengecek air terjun yang ternyata telah kering. Selanjutnya aku terpanggil oleh Ratna untuk naik ke sisi bukit yang telah diberi beberapa anak tangga. Meski begitu rasanya masih begidik ngeri menaikinya. Terngiang memori lima tahun silam, saat aku pertama kalinya mengenal terjalnya gunung sekaligus romantismenya. Berkali-kali aku terus memanggil ratna, untuk memastikan aku tak sendiri. Atau hanya sekadar ingin memecah ketegangan akan menaklukkan medan yang kian pulang kian menyeramkan.

Kembali ke Pacet, selepas makan bersama, kami pun mulai beberes, membongkar tenda, ini sepertinya akan menjadi salah satu hobi baruku. Beres itu, aku segera membersihkan barang bawaan dan membersihkan badan. Kebetulan di lokasi kami bebarengan dengan beberapa rombongan lain, sehingga menyebabkan air sempat sedikit mampat. Ini sama sekali tak menyurutkan semangat kami semua. Meski sudah lebih banyak dipenuhi kelelahan, raut ekspresi kebahagiaan tak dapat dibohongi  dari wajah kami.

Sembari menunggu elf datang menjemput, kami sholat zuhur kemudian menyantap makan siang sederhana di warung-warung yang tersedia di sekitar lokasi. Apa lagi kalau bukan indomie andalan kita semua. Kapan sih indomie goreng terasa tidak enak? Rasanya tak akan pernah. Aku sangat menikmati hikmah di balik perjalanan pulang. Ratna atau Along yang sudah biasa ketemu dan kumpul sama aku pasti sudah hafal kebiasaanku. Setiap kali hendak pulang, seringkali aku menodong mereka untuk membayar parkir. Nah karena ini perjalanan luar kota dan aku tak membawa kendaraan pribadi, aku pun menodong teman-teman untuk naik bis, angkutan umum.

Dan indahnya, uang hasil ‘malak’ aku ke teman-teman ternyata benar-benar PAS untuk bayar ongkos bis! Saat di elf aku mendapat uang dari Latifa, mbak Retno, mbak Witri, Saif, dan sepertinya ada satu lagi hamba Allah yang berhati mulia di tubuh sahabatku itu. Dan selepas dari Elf, aku menaiki bis kota kuning jurusan Mojosari-Mojokerto ongkosnya 8.000. Di dalamnya terdapat pengemis yang mendorongku berbagi. Aku masih yakin, untuk naik bis antar kota masih aman. Dan dugaanku benar, ongkos bis Sumber Kencono 7.000, dan sisa uang pemberian teman-teman tadi masih bersisa. Alhamdulillah, berkah silaturahmi sangat terasa.

Di akhir paragraf, aku akan menyebutkan seluruh anggota keluarga yang kemarin mengisi kehangatan hatiku di akhir Oktober tahun 2021 ini. Mulai dari Latifah sebagai ketua panitia, salut sama kesabaran kamu, love you, Fah! Mbak Farikha yang telah menemaniku menunggu sambil bertukar cerita, Kamu hebat dan kuat mbak Far! Ratna, kamu selalu keren, tetap menjadi teman yang sabar sama aku ya, Na! Along dengan segala sikap baik dan kemanjaan, stay cool, Al!

Mas Dhani dan Mbak Rika, pengorbanan kalian takkan sia-sia, salut! Mas Saif, makasih banyak yaa buat semuanya, kamu keren dan hebat, yakin deh! Luluk, jangan pernah lupakan malam itu, malam berharga ya sis! Mbak Suchoy, aku menyesal baru bisa dekat sama kamu mbak, Stay awesome yaah! Mbak Azmi, kamu makin keren aja siih, love you! Mbak Winona, lama tak jumpa ternyata kamu tetap mbak win yang keren dan kocak yaa, miss you! Mas Fathan dan keluarga, menunjukkan bakti seorang guru yang sabar dan bersahaja semoga bisa meniru, ya!

Mbak Aisya, terima kasih yaa buat Si Pete nyaaa, udah lama ngidam! Ivan, kamu nggak berubah deeh, bedanya sekarang makin keren, makin banyak karyanya, keren! Mas Capung dan keluarga, lama tak jumpa, ternyata perhatianmu ke FLP masih tetap sama, salut! Mbak Fiona, love you to the moon and back mbak, yuk kita move on dan move up ya! Mbak Hamim dan keluarga, dua putri kecil kamu mengingatkanku akan masa kecil yang sangat indah, tetapi menjadi perempuan hebat ya mbak! Mbak Ririn, terima kasih banyak udah jadi pemandu wisataku saat tolah-toleh di kota Mojosari, tanpamu aku hanya debu, love! Anis, meskipun aku nggak jadi satu tenda sama kamu, tapi kehadiranmu di hari itu sangat mewarnaiku, perhatian kecil dan senyum manis itu segalanya, sayang.

Mbak Nurul, tetep percaya diri yaa, jadi diri sendiri, pokoknya kamu itu hebat, kamu itu terbaik, terus meningkatkan kualitas diri yuuk! Rahmad atau biasa kupanggil Jay, makasih yaa buat sekian bakaran daging, hampir saja kita tersenggol bara api, btw, masakanmu enak loh, laris! Mami Retno, love you buwanget deeeh mam, nggak bayangin kalo nggak ada mami, aku nggak tau deh siap nggak camping2an beginian, mmuach! Mbak Riska, gimana enaknya istirahat sejenak nih, tanpa sinyal, tanpa kejaran waktu, meski sebentar, semoga sempet bernapas ya mbaak, love! Mas Tamas, aku selalu salut dengan kewibawaanmu dalam sahaja, ajari aku dadi wong Jowo seng njowo ya!

Udah dulu, nanti-nanti kita lanjutin lagi ya. Kalo diterusin ini nggak bakal selesai. Berhubung ini udah ditunggu kakak Karya di ujung finish 23.59, jadi kita harus sudahi curhat tentang hari itu. Sebenarnya masih banyak hal-hal kecil tersembunyi di balik peristiwa di hari itu. Apalagi bersama kamu, iya kamu! 😊


Pekan Karya: Edisi 13

Tema: Makna Perjalanan 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama