Oleh: Ratna W. Anggraini
Di
balik obrolan aktif di grup media sosial yang terlihat ramai dan menyenangkan,
ternyata ada hati yang saling merindu ingin bertemu. Ada ruang kosong di relung
jiwa yang butuh dipenuhi dengan canda tawa, kebahagiaan, dan saling bertegur
sapa secara langsung. Setahun lebih tak bisa bertemu karena pandemi, tak bisa
berkegiatan normal sseperti dulu lagi, kendati kegiatan terus dilakukan meski
secara daring, bertemu langsung adalah hal yang rasanya paling menyenangkan.
Salah satunya bertemu dengan kawan-kawan di organisasi, Forum Lingkar Pena
Surabaya.
Tak
hanya perihal menulis, rekreasi menjadi salah satu kegiatan tahunan yang paling
ditunggu-tunggu, yah walau tetap saja nama lengkapnya adalah Rekreasi Menulis.
Agenda sekali setahun yang biasanya paling dinanti. Setelah setahun kemarin
semua kegiatan luring ditiadakan, tahun ini perlahan kami mulai berani aktif
secara luring lagi, ya meski hanya beberapa agenda.
Berkemah,
sebuah usulan yang ternyata bisa diterima baik oleh kawan-kawan FLP Surabaya. Terbukti dengan peserta RM yang lebih banyak dari tahun-tahun
sebelumnya. Bisa dibilang ini adalah jumlah terbanyak, semoga ke depannya bisa
lebih banyak lagi. Tiga puluh orang lebih mengikuti agenda ini, aku pribadi
begitu senang melihatnya.
Sabtu yang
cerah mengawal keberangkatan mobil elf dari Surabaya ke bumi perkemahan di
kawasan Pacet, Mojokerto. Karena sebagian kawan masih ada kesibukan di Sabtu
pagi, perjalanan kami bagi menjadi dua kloter. Elf pertama perangkat pukul
setengah sepuluh pagi. Di tengah perjalanan sang sopir baru bilang, bahwa sopir
di elf lainnya sedang sakit. Sehingga sopir elf satu akan kembali ke Surabaya
menjemput kloter kedua setelah mengantarkan kloter pertama ke lokasi. Sudah
bisa diprediksi, jadwal keberangkatan kloter dua pasti akan molor dari waktu
yang sudah ditentukan. Semua hal yang sudah direncanakan manusia dengan rapi,
pada akhinya rencana Allah-lah yang insyaAllah terbaik.
Pukul dua belas siang kloter pertama sampai di lokasi.
Puthuk Panggang Welut, sebuah lokasi wisata hutan pinus yang memiliki lokasi
perkemahan. Sampai di sana, penjaga wisata mengantar kami ke lokasi tenda.
Beberapa tenda yang kami sewa sudah berdiri kokoh berdampingan. Sambil menata
barang bawaan, kami mendirikan tiga tenda lagi yang kami bawa sendiri dari
Surabaya, hasil pinjam dari beberapa kawanku. Tentu saja hal itu dilakukan
dalam rangka sedikit berhemat, sebab sewa satu tenda di sana berkisar tujuh
puluh ribu rupiah semalam. Namun biaya berkemah cukup terjangkau, hanya dua
puluh lima ribu per orang. Bahkan anak usia sekolah dasar tak perlu membayar.
Selepas semua tenda didirikan, langit perhalan berubah
menjadi gelap. Rintik hujan mulai bercucuran. Kami
berteduh ke tenda masing-masing. Curah hujan semakin deras, ponsel bordering
dan pesan mulai datang bersahutan. Kawan-kawan kloter dua mulai resah, sebab
elf tak kunjung datang. Sama dengan kami yang di kloter pertama, mereka yang di
kloter kedua pun baru tahu bahwa elf yang mengangkut kami adalah elf yang sama,
sehingga mereka harus menunggu lebih lama. Sementara kami yang sudah berada di
lokasi perkemahan bergelut dengan derasnya aliran hujan yang mulai menggenag di
bawah tenda.
Lahan
tempat tenda kami berdiri merupakan lahan yang miring, dua tenda di posisi
bawah menjadi sasaran empuk genangan air yang mengalir deras dari atas ke
bawah. Berkumpul pada tendaku dan tenda di sebelahku. Dalam derasnya hujan
dengan berjas hujan dan di bawah teduhan paying, kami sibuk mengevakuasi tenda.
Semua barang yang sudah tenang di dalam tenda dikeluarkan dan dipindah ke tenda
lain yang masih kosong. Seluruk pasak di sisi tenda mulai dilepas satu per satu
dan kami bekerja sama mengangkat tenda ke lahan yang sedikit ke atas dan datar.
Beberapa barang hampir hanyut terbawa arus air; sandal, sepatu, botol, bahkan
kompor ha,pir saja basah terkena air. Syukurnya semua itu masih bisa
diselamatkan.
Kuyup!
Semua basah kuyup. Lebih dari satu jam, hujan barulah reda, setelah itu yang
harus dipikirkan adalah mengeringkan alas-alas di tenda-tenda dan barang-barang
yang terlanjur basah, agar ketika teman-teman kloter dua datang, semua sudah
merasa nyaman, tak perlu berbasah-basahan lagi. Sedikit angin segar, pesan
datang mengabarkan bahwa kloter dua sudah mulai berangkat ke Pacet. Kayu bakar
yang kami pesan juga sudah datang di waktu yang tepat. Tak tunggu lama, suasana
dingin dan basah, satu panggul kayu mulai dibakar. Nyala api kami gunakan untuk
sedikit menghangatkan badan dan sedikit membantu mengeringkan beberapa barang.
Tak
ada alat pengering yang mumpuni, alhasil satu kardigan hitam lengan panjang
milikku terpaksa harus dikorbankan untuk mengepel dan mengelap alas-alas tenda
yang basah terkena hujan. Setelah
dirasa semua aman, kami berkumpul menyalakan kompor dan membuat minuman hangat.
Mengistirahatkan badan setelah sibuk beberes pascahujan.
Menjelang Magrib, kawan-kawan di kloter dua akhirnya
datang. Kami bertemu dan saling bercengkerama. Saling bercerita tentang
kejadian di sana dan di sini. Ternyata masing-masing memiliki kurang dan
tambahnya sendiri. Hingga akhirnya kami berkumpul bersema melingkar mengitari
api unggun. Memasak bahan makanan yang sudah dibawa dari Surabaya; daging,
makanan beku, sayur, jagung. Kami makan bersama, saling berkenalan kembali, memainkan
permainan yang seru, dan bahkan bercengkerama hingga malam menjelang pagi.
Eits, yang terakhir hanya beberapa orang saja. Karena yang lain mulai terlelap
di dalam tenda.
Sinar fajar menyeruak di sela-sela pohon pinus yang
berjajar di sekeliling tenda kami. Setelah melaksanakan ibadah bersama,
kawan-kawan mulai bersiap untuk melakukan agenda yang sudah direncanakan
panitia. Kami berjalan ke arah Puthuk Panggang Welut. Lokasinya tidak terlalu
jauh, kira-kira cukup berjalan lima belas menit dari lokasi tenda. Di Puthuk,
di antara pohon pinus, kami berolahraga pagi bersama, juga melakukan beberpa
permainan seru. Agenda menulis juga tak dilupakan, panitia membagikan lembaran
kertas, untuk kmeudia kawan-kawan FLP Surabaya yang sudah siap dengan pena,
menuliskan jurnal perjalanan singkat pada kertas itu, sebelum akhirnya
dikumpulkan kembali ke panitia.
Selesai menulis, sebagian berjalan turun ke arah air
terjun, beberapa lainnya memilih ke lokasi perkemahan. Ada
dua air terjun di sana, air terjun utama dan air terjun buatan yang lumayan
kecil. Sayang sekali bahwa air terjun utamanya kering. Tak ada air yang jatuh
dari pangkalnya. Mungkin karena musim hujan belum datang secara resmi.
Sisa-sisa kemarau masih lekat di sana. Di Puthuk juga terdapat taman bermain
anak, juga lokasi berfoto ria. Banyak properti menarik yang bisa digunaka untuk
mengambil gambar.
Hingga
akhirnya kami harus kembali ke perkemahan untuk sarapan pagi di waktu yang
sudah tak terlalu pagi. Nasi ayam geprek sambal pedas yang sangat nikmat. Lebih
nikmat karena dimakan bersama orang-orang terkasih. Selesai makan adalah acara
santai, bebersih diri, bercengkerama, dan akhirnya membongkar tenda yang kami
bawa sendiri. Di dekat lokasi perkemahan ada beberapa kamar mandi yang layak
pakai dan juga ada banyak warung berjejer. Harga makanan dan minuman cukup
terjangkau. Sambil menunggu jemputan elf, kami menunggu di salah satu warung
sambal minum kopi. Pukul satu siang, elf sudah datang untuk menjemput kami
kembali ke Surabaya. Sungguh menambah pengalaman yang menyenangkan. Tak ada yang lebih menyenangkan disbanding bersama dengan
orang-orang terkasih. Semoga tahun depan ada kejutan rekreasi menulis kembali.
Siap melakukan perjalanan bersama!
Surabaya, 5 November 2021
Pekan Karya: Edisi 13
Tema: Makna Perjalanan
Posting Komentar